Parade Horor Komedi edisi 20 Februari 2015 mengangkat tema yang soal binatang yang juga dikaitkan dengan lambang tahun ini, yaitu "Kambing Hitam". Berikut ini beberapa cerita karya Hantu Panchake yang berhasil kami kumpulkan.
KAMBING HUTAN BAMBU
Rismawati Irliani
Senja sudah datang memanggil malam di sudut desa. Memberi isyarat lewat lampu jingga di langit. Saat itu kau tengah berjalan pulang menuju rumahmu. Kau terlambat pulang hari ini. Pekerjaanmu di sawah lumayan banyak.
Dengan remang-remang kau memasuki hutan bambu. Rumahmu berada di sebelah hutan bambu itu.
Tepat di sebelah baratnya hutan itu. Sebuah kampung kecil berdiri di sana. Tanpa listrik dan apapun berbau kota.
Kau berjalan sendirian. Orang-orang sudah pulang lebih awal. Di tengah perjalananmu, gerimis datang membunyikan daun-daun bambu lewat tetesnya. Sesekali angin membuat buluh-buluh bambu bersiul. Kau hanya menatap ke depan, memicingkan mata melihat jalan yang mulai kabur oleh gelapnya senja.
"Mbee..mbee..mbee."
Suara itu mengagetkan dan menghentikan langkahmu.
"Kambing siapa di hutan?" Kau menanyai dirimu sendiri.
Tiba-tiba kau merinding. Gerimis senja dan angin serta hari yang mulai gelap itu membuatmu sedikit takut. Namun, suara kambing itu lebih membuatmu penasaran.
"Wah, siapa tahu kambing kesasar. Lumayan dipelihara." Kau bergumam sendiri di hutan bambu itu. "Bisa disilangkan nih sama kambing Pa Kades."
Dengan memberanikan diri kau memasuki hutan bambu itu lebih jauh ke selatan. Suara kambing itu semakin jelas terdengar.
Dan kemudian,
"Aaa..." teriakmu.
Betapa terkejutnya kau melihat kambing berwarna pink. Kau lari terbirit-birit. Tanpa kau sadari kambing itu mengikutimu.
Sambil berlari terlintas dibenakmu bahwa kau salah lihat. Mungkin babi pink, pikirmu. Kau lupa sekarang kau sedang ada di hutan. Tak ada babi berwarna pink seperti cerita orang-orang yang menonton film asing di kota. Kau menghentikan langkahmu dan menoleh.
"Aaaa..." Kau terjungkal jatuh ke tumpukan daun bambu. Yang kau lihat sekarang benar-benar kambing. Warnanya bukan lagi pink, tapi hitam.
Kau terengah-engah di depan kambing hitam yang ada di depanmu.
"Mungkin aku terlalu lelah." desismu.
Kau sekilas melihat kambing itu tersenyum ke arahmu dengan manis memperlihatkan gigi-giginya. Lagi-lagi ia membuatmu terperanjat kaget. Kau menggosok-gosok matamu. Ia tidak tersenyum sama sekali.
"Oh Tuhan, kenapa aku?" Kau menepuk jidadmu. "oh, mungkin karena gelap."
Tanpa berpikir lagi kau menarik talinya, membawa kambing itu pulang.
Belum keluar kau dari hutan itu, masih sekitar 150 meter lagi dari rumahmu, kau kaget lagi. Bahkan ini lebih.
"Bang, saya mau dibawa ke mana bang?" Suara itu begitu dekat kau dengar. Bulu kudukmu merinding. Kau celingak-celinguk mencari asal suara itu. Namun kau tak menemukan apapun. Kau lanjutkan lagi kakimu melangkah.
"Bang, saya di sini."
Kau terhenti lagi. Cepat kau menoleh ke belakangmu. Kau langsung lunglai, badanmu lemah. Tubuhmu telah terduduk di tumpukan daun bambu. Kambing itu berdiri dengan dua kaki. Tersenyum padamu dengan manisnya.
"Ka..u ssiil..luu..maan." teriakmu.
Kau beringsut mundur mencoba menjauhinya. Untuk berdiri kau sudah tak kuat lagi. Namun ia malah semakin mendekatimu. Semakin dekat, dekat dan ia malah menarikmu untuk menari.
"Ayo bang, temani aku. Aku kesepian bang." ujarnya menyentuh tanganmu.
Melihat itu kau langsung tak sadarkan diri.
TAMAT
Dengan remang-remang kau memasuki hutan bambu. Rumahmu berada di sebelah hutan bambu itu.
Tepat di sebelah baratnya hutan itu. Sebuah kampung kecil berdiri di sana. Tanpa listrik dan apapun berbau kota.
Kau berjalan sendirian. Orang-orang sudah pulang lebih awal. Di tengah perjalananmu, gerimis datang membunyikan daun-daun bambu lewat tetesnya. Sesekali angin membuat buluh-buluh bambu bersiul. Kau hanya menatap ke depan, memicingkan mata melihat jalan yang mulai kabur oleh gelapnya senja.
"Mbee..mbee..mbee."
Suara itu mengagetkan dan menghentikan langkahmu.
"Kambing siapa di hutan?" Kau menanyai dirimu sendiri.
Tiba-tiba kau merinding. Gerimis senja dan angin serta hari yang mulai gelap itu membuatmu sedikit takut. Namun, suara kambing itu lebih membuatmu penasaran.
"Wah, siapa tahu kambing kesasar. Lumayan dipelihara." Kau bergumam sendiri di hutan bambu itu. "Bisa disilangkan nih sama kambing Pa Kades."
Dengan memberanikan diri kau memasuki hutan bambu itu lebih jauh ke selatan. Suara kambing itu semakin jelas terdengar.
Dan kemudian,
"Aaa..." teriakmu.
Betapa terkejutnya kau melihat kambing berwarna pink. Kau lari terbirit-birit. Tanpa kau sadari kambing itu mengikutimu.
Sambil berlari terlintas dibenakmu bahwa kau salah lihat. Mungkin babi pink, pikirmu. Kau lupa sekarang kau sedang ada di hutan. Tak ada babi berwarna pink seperti cerita orang-orang yang menonton film asing di kota. Kau menghentikan langkahmu dan menoleh.
"Aaaa..." Kau terjungkal jatuh ke tumpukan daun bambu. Yang kau lihat sekarang benar-benar kambing. Warnanya bukan lagi pink, tapi hitam.
Kau terengah-engah di depan kambing hitam yang ada di depanmu.
"Mungkin aku terlalu lelah." desismu.
Kau sekilas melihat kambing itu tersenyum ke arahmu dengan manis memperlihatkan gigi-giginya. Lagi-lagi ia membuatmu terperanjat kaget. Kau menggosok-gosok matamu. Ia tidak tersenyum sama sekali.
"Oh Tuhan, kenapa aku?" Kau menepuk jidadmu. "oh, mungkin karena gelap."
Tanpa berpikir lagi kau menarik talinya, membawa kambing itu pulang.
Belum keluar kau dari hutan itu, masih sekitar 150 meter lagi dari rumahmu, kau kaget lagi. Bahkan ini lebih.
"Bang, saya mau dibawa ke mana bang?" Suara itu begitu dekat kau dengar. Bulu kudukmu merinding. Kau celingak-celinguk mencari asal suara itu. Namun kau tak menemukan apapun. Kau lanjutkan lagi kakimu melangkah.
"Bang, saya di sini."
Kau terhenti lagi. Cepat kau menoleh ke belakangmu. Kau langsung lunglai, badanmu lemah. Tubuhmu telah terduduk di tumpukan daun bambu. Kambing itu berdiri dengan dua kaki. Tersenyum padamu dengan manisnya.
"Ka..u ssiil..luu..maan." teriakmu.
Kau beringsut mundur mencoba menjauhinya. Untuk berdiri kau sudah tak kuat lagi. Namun ia malah semakin mendekatimu. Semakin dekat, dekat dan ia malah menarikmu untuk menari.
"Ayo bang, temani aku. Aku kesepian bang." ujarnya menyentuh tanganmu.
Melihat itu kau langsung tak sadarkan diri.
TAMAT
KAMBING KONG JALI
Winda Puspa Permono
Kamis malam Jum'at. Jam tujuh malam suasana kampung Rawa Bengek sudah terasa sepi. Kampung yang masih minim listrik ini, membuat malam semakin mencekam. Mamat yang sehabis pulang mengaji di mushola, harus menyusuri jalan setapak dengan ekstra hati-hati sambil membawa obor. Dikarenakan hanya jalan besar saja yang diberi lampu. Sisanya, jalan-jalan kecil dibiarkan gelap tanpa penerangan.
Celinguk sana - celinguk sini, Mamat menggigit bibir bawahnya. Sialan! Gara-gara celoteh si Entong teman mengajinya tadi membuat Mamat harus pulang dalam keadaan ketakutan. Padahal Mamat tak pernah takut pulang sendirian meskipun jarak antara mushola dan rumah lumayan jauh.
"Mat, ati-ati lu kalo pulang. Lu tau kagak sekarang ada gosip apaan di kampung," cerocos Entong sambil ngunyah cilok saat perjalanan pulang tadi. Sebelum akhirnya mereka berpisah di persimpangan jalan.
"Gosip apaan, Tong?"
"Lu tau kan kambing item punya Kong Jali yang mati gara-gara ketabrak gerobak sayurnya Mpok Mumun? Nah tuh kambing sekarang arwahnya gentayangan."
"Ah tukang ngibul lu. Mana ada hantu kambing."
"Idih, dihantuin baru tau rasa lu."
~~~~~
Mamat mempercepat langkahnya. Setiba di kebon pisang Kong Jali, Mamat melihat sosok hitam legam, berkaki empat dan bertanduk. Mamat menghentikan langkahnya. Jangan-jangan itu hantu kambing item kata Entong tadi. 'Berarti beneran dong tuh hantu, etdah ada-ada aja,' bathin Mamat.
Mamat hendak berlari, tapi si kambing keburu menghadang. Matanya merah dengan taring yang panjang. Mamat menelan ludah, tiba-tiba dia merasakan sesuatu yang hangat membasahi sarungnya. Kopyahnya yang miring semakin miring. Nggak! Mamat nggak boleh takut. Dia ingat pesan guru ngajinya bahwa bila bertemu hantu harus melawan dengan cara membaca doa-doa. Sialnya dalam keadaan ketakutan seperti ini, Mamat lupa akan hafalan doanya. Aha, Mamat inget satu doa, yaitu doa sebelum makan. Udah lah itu aja, daripada nggak sama sekali.
"Allahumma baarik lana fiima rozak tana wakina adza bannar," ucap Mamat berulang-ulang sambil memejamkan mata.
"Kampret tuh anak, berani amat mau makan gue. Dikira gue sate kambing apa," umpat si kambing, lari terbirit-birit meninggalkan Mamat yang masih berdoa sendirian.
TAMAT
Celinguk sana - celinguk sini, Mamat menggigit bibir bawahnya. Sialan! Gara-gara celoteh si Entong teman mengajinya tadi membuat Mamat harus pulang dalam keadaan ketakutan. Padahal Mamat tak pernah takut pulang sendirian meskipun jarak antara mushola dan rumah lumayan jauh.
"Mat, ati-ati lu kalo pulang. Lu tau kagak sekarang ada gosip apaan di kampung," cerocos Entong sambil ngunyah cilok saat perjalanan pulang tadi. Sebelum akhirnya mereka berpisah di persimpangan jalan.
"Gosip apaan, Tong?"
"Lu tau kan kambing item punya Kong Jali yang mati gara-gara ketabrak gerobak sayurnya Mpok Mumun? Nah tuh kambing sekarang arwahnya gentayangan."
"Ah tukang ngibul lu. Mana ada hantu kambing."
"Idih, dihantuin baru tau rasa lu."
~~~~~
Mamat mempercepat langkahnya. Setiba di kebon pisang Kong Jali, Mamat melihat sosok hitam legam, berkaki empat dan bertanduk. Mamat menghentikan langkahnya. Jangan-jangan itu hantu kambing item kata Entong tadi. 'Berarti beneran dong tuh hantu, etdah ada-ada aja,' bathin Mamat.
Mamat hendak berlari, tapi si kambing keburu menghadang. Matanya merah dengan taring yang panjang. Mamat menelan ludah, tiba-tiba dia merasakan sesuatu yang hangat membasahi sarungnya. Kopyahnya yang miring semakin miring. Nggak! Mamat nggak boleh takut. Dia ingat pesan guru ngajinya bahwa bila bertemu hantu harus melawan dengan cara membaca doa-doa. Sialnya dalam keadaan ketakutan seperti ini, Mamat lupa akan hafalan doanya. Aha, Mamat inget satu doa, yaitu doa sebelum makan. Udah lah itu aja, daripada nggak sama sekali.
"Allahumma baarik lana fiima rozak tana wakina adza bannar," ucap Mamat berulang-ulang sambil memejamkan mata.
"Kampret tuh anak, berani amat mau makan gue. Dikira gue sate kambing apa," umpat si kambing, lari terbirit-birit meninggalkan Mamat yang masih berdoa sendirian.
TAMAT
Nah, jangan lupa ya untuk memberikan apresiasi kepada para penulis berupa saran serta kritik yang membangun supaya lebih semangat lagi menghasilkan karya-karya terbaik mereka. Selamat membaca dan salam iterasi. Sampai bertemu di Parade Horor Komedi edisi mendatang.
Aku kesepian lagi di kuburan :'(
ReplyDeleteHahaha... udah ada temennya tuh... :)
Delete