Berikut ini adalah rekapitulasi Parade Cerita Misteri Anak edisi 18 Februari 2015. Parade ini mengusung tema "Jejak" dan walaupun hanya berhasil mengumpulkan satu cerita saja (menyedihkan, eh?), karena satu cerita lainnya belum bisa dianggap sesuai dengan syarat dan ketentuan penulisan Parade Cerita Misteri Anak yang benar, yaitu kurang dari 3000 cws. Walau begitu, tetep ya semangatnya nggak boleh kendor. Here we go!
ITU BUKAN IBU
Aslan Yakuza
Adzan Magrib telah berkumandang, menandakan malam sebentar lagi datang. Namun Ujang belum juga pulang, membuat ibunya mengkhawatirkan keberadaan Ujang.
"Nang! Coba cari Adikmu, suruh dia pulang!" perintah sang ibu kepada Nanag, kakak Ujang.
"Males ah, Bu. Ujang itu payah, diajak pulang malah marah-marah. Maunya main saja, belajarpun ia tak pernah," perotes Nanang, mengeluhkan kelakuan si Ujang.
Sang ibu menghela napas panjang. Ia sudah paham akan sikap Ujang yang nakal dan tidak ingat pulang saat main dengan teman-teman. Padahal Ujang masih perlu banyak belajar, agar mendapat nilai yang menyenangkan serta untuk kepentingannya di masa mendatang. Tapi, begitulah Ujang, selain nakal, ia juga kerap menentang apa yang diingatkan orangtuanya.
Hampir setengah tujuh malam, Ujang belum juga pulang. Ibunya lalu memutuskan mencari Ujang sendirian. Setelah mencari ke sana ke mari, Ujang pun ditemukan di salah satu warnet yang tidak terlalu jauh dari kebun karet. Dengan perkataan sedikit cerewet ibunya berhasil menyeret Ujang meninggalkan warnet.
Setelah pulang ke rumah, Ujang marah-marah kepada ibunya. Seakan tidak ingat jasa orangtua yang sudah melahirkan dan membesarkannya. Ibu beserta kakaknya hanya diam saja, seolah Ujang itu adalah kepala keluarga. Namun, sang ibu sempat mengatakan.
"Jang, sebelum Magrib itu sebaiknya pulang. Kalau sudah keseringan, artinya kamu memancing kedatangan seseorang," ucap sang ibu.
"Memangnya siapa itu?" tanya Ujang kepada sang ibu.
"Dia sosok berbulu dengan ukuran kaki dua kali lipat lebih besar dari ukuran kaki orang dewasa."
Ujang mengangkat alisnya. "Kau percaya itu?" Ujang melirik kakaknya yang sendaritadi diam membisu.
Dengan nada sedikit bergetar sang kakak menjawab. "Aku pernah melihat sosok itu!"
Ujang pun membisu.
"Mulai sekarang ubahlah kelakuanmu!" ucap sang ibu.
Hening untuk beberapa waktu.
"Aku tak percaya itu!" Ujang berlalu dari ruang tamu, meninggalkan kakak dan sang ibu.
***
Tujuh hari berlalu, Ujang tetap saja tidak mengubah kelakuannya, ia tidak peduli apa kata ibunya mengenai sosok berbulu yang akan menunggu di teras rumah tepat di depan pintu.
Namun, saat Ujang pulang tepat pada saat Adzan Magrib berkumandang, ia terdiam melihat jejak kaki berukuran besar.
"Jejak kaki siapa ini? Mungkinkah yang dikatakan Ibu itu benar?" Ujang terdiam, detak jantungnya jadi tak beraturan. Perlahan-lahan ia melangkah memasuki rumah. Namun tiba-tiba, Ujang terbelalak di sana, saat matanya menangkap sosok berbulu tengah menatapnya dari balik pohon di halaman rumahnya.
"Ibu ...!!" Bergegas Ujang menutup pintu, dan berlari ke ruang tamu.
"Kenapa denganmu?!" Nanang mempertanyakan itu, melihat ekpresi Ujang yang ketakutan seolah baru saja bertemu hantu.
"Di mana Ibu?"
"Ibu mencarimu!"
"Di depan ada sosok berbulu!"
Nanang melototkan mata. "Apa?!"
"Ya. Sosok berbulu seperti yang diceritakan Ibu."
"Kau tidak membohongiku, 'kan?"
Ujang berusaha mengatur napasnya. "Sumpah! Aku benar-benar melihatnya."
Hening di dalam rumah itu, ekpresi kekhawatiran dan ketakutan terpancar dari wajah kedua saudara itu. Namun, disaat-saat seperti itu, tiba-tiba pintu rumah merekapun diketuk.
"Kau dengar itu?"
"Ya. Aku harap itu Ibu!" Nanang berlalu.
"Mau ke mana?"
"Membukakan pintu!"
"Janagan!"
"Kenapa?"
"Kalau itu bukan Ibu?"
"Berarti sosok berbulu yang ingin membawamu!"
Ujang terpaku. "Memangnya apa salahku?"
Nanang geleng kepala. "Apa kau tidak menyadari kelakuanmu kepada Ibu? Harus kau ketahui, kalau Ibu sudah mengingatkanmu, tetapi kau mengabaikan apa kata Ibu. Jadi ... terima saja takdirmu yang akan berakhir oleh sosok berbulu."
"Kak, tunggu! Aku mohon jangan buka pintu!"
"Tidak! Aku yakin kalau itu Ibu, bukan sosok berbulu!"
Nanang tetap pada keyakinannya. Ia bergegas menuju pintu, lalu membukanya tanpa ragu.
"Aaaa ...!" teriakan itu membuat Ujang terbelenggu.
"Itu bukan Ibu ...," Ujang berkeluh di ruang tamu.
Benar saja! Dalam sekejap sosok berbulu itu sudah masuk dan hendak mencekik Ujang yang terpaku.
"Kau anak nakal yang tidak patuh terhadap Ibumu! Jadi lebih baik kau dibunuh!" ucap sosok berbulu itu, suaranya terdengar berat dan serak.
"Tidak. Jangan bunuh aku! Aku janji akan merubah semua tingkah lakuku," mohon Ujang kepada sosok itu.
"Terlambat!" sosok itu mendekat lalu mencengkram leher Ujang.
Ujang pun pingsan saat sosok itu hendak mencekik lehernya.
***
Saat terbangun, Ujang begitu senang karena ia masih bisa melihat kakak dan ibunya. Ujang pun langsung memeluk ibunya dengan erat, sembari berjanji akan merubah semua tingkag lakunya. Ibunya mencoba menenagkan anak bungsunya, sembari berkata.
"Tenang Nak! Ibu tetap di sini menjagamu. Ibu senang mendengar kalau kamu akan merubah sikapmu. Dan ibu harap kamu benar-benar melakukan itu." ucapnya, sembari mengedipkan mata kepada anak pertamanya karena rencana untuk menakut-nakuti Ujang berjalan sempurna.
"Nang! Coba cari Adikmu, suruh dia pulang!" perintah sang ibu kepada Nanag, kakak Ujang.
"Males ah, Bu. Ujang itu payah, diajak pulang malah marah-marah. Maunya main saja, belajarpun ia tak pernah," perotes Nanang, mengeluhkan kelakuan si Ujang.
Sang ibu menghela napas panjang. Ia sudah paham akan sikap Ujang yang nakal dan tidak ingat pulang saat main dengan teman-teman. Padahal Ujang masih perlu banyak belajar, agar mendapat nilai yang menyenangkan serta untuk kepentingannya di masa mendatang. Tapi, begitulah Ujang, selain nakal, ia juga kerap menentang apa yang diingatkan orangtuanya.
Hampir setengah tujuh malam, Ujang belum juga pulang. Ibunya lalu memutuskan mencari Ujang sendirian. Setelah mencari ke sana ke mari, Ujang pun ditemukan di salah satu warnet yang tidak terlalu jauh dari kebun karet. Dengan perkataan sedikit cerewet ibunya berhasil menyeret Ujang meninggalkan warnet.
Setelah pulang ke rumah, Ujang marah-marah kepada ibunya. Seakan tidak ingat jasa orangtua yang sudah melahirkan dan membesarkannya. Ibu beserta kakaknya hanya diam saja, seolah Ujang itu adalah kepala keluarga. Namun, sang ibu sempat mengatakan.
"Jang, sebelum Magrib itu sebaiknya pulang. Kalau sudah keseringan, artinya kamu memancing kedatangan seseorang," ucap sang ibu.
"Memangnya siapa itu?" tanya Ujang kepada sang ibu.
"Dia sosok berbulu dengan ukuran kaki dua kali lipat lebih besar dari ukuran kaki orang dewasa."
Ujang mengangkat alisnya. "Kau percaya itu?" Ujang melirik kakaknya yang sendaritadi diam membisu.
Dengan nada sedikit bergetar sang kakak menjawab. "Aku pernah melihat sosok itu!"
Ujang pun membisu.
"Mulai sekarang ubahlah kelakuanmu!" ucap sang ibu.
Hening untuk beberapa waktu.
"Aku tak percaya itu!" Ujang berlalu dari ruang tamu, meninggalkan kakak dan sang ibu.
***
Tujuh hari berlalu, Ujang tetap saja tidak mengubah kelakuannya, ia tidak peduli apa kata ibunya mengenai sosok berbulu yang akan menunggu di teras rumah tepat di depan pintu.
Namun, saat Ujang pulang tepat pada saat Adzan Magrib berkumandang, ia terdiam melihat jejak kaki berukuran besar.
"Jejak kaki siapa ini? Mungkinkah yang dikatakan Ibu itu benar?" Ujang terdiam, detak jantungnya jadi tak beraturan. Perlahan-lahan ia melangkah memasuki rumah. Namun tiba-tiba, Ujang terbelalak di sana, saat matanya menangkap sosok berbulu tengah menatapnya dari balik pohon di halaman rumahnya.
"Ibu ...!!" Bergegas Ujang menutup pintu, dan berlari ke ruang tamu.
"Kenapa denganmu?!" Nanang mempertanyakan itu, melihat ekpresi Ujang yang ketakutan seolah baru saja bertemu hantu.
"Di mana Ibu?"
"Ibu mencarimu!"
"Di depan ada sosok berbulu!"
Nanang melototkan mata. "Apa?!"
"Ya. Sosok berbulu seperti yang diceritakan Ibu."
"Kau tidak membohongiku, 'kan?"
Ujang berusaha mengatur napasnya. "Sumpah! Aku benar-benar melihatnya."
Hening di dalam rumah itu, ekpresi kekhawatiran dan ketakutan terpancar dari wajah kedua saudara itu. Namun, disaat-saat seperti itu, tiba-tiba pintu rumah merekapun diketuk.
"Kau dengar itu?"
"Ya. Aku harap itu Ibu!" Nanang berlalu.
"Mau ke mana?"
"Membukakan pintu!"
"Janagan!"
"Kenapa?"
"Kalau itu bukan Ibu?"
"Berarti sosok berbulu yang ingin membawamu!"
Ujang terpaku. "Memangnya apa salahku?"
Nanang geleng kepala. "Apa kau tidak menyadari kelakuanmu kepada Ibu? Harus kau ketahui, kalau Ibu sudah mengingatkanmu, tetapi kau mengabaikan apa kata Ibu. Jadi ... terima saja takdirmu yang akan berakhir oleh sosok berbulu."
"Kak, tunggu! Aku mohon jangan buka pintu!"
"Tidak! Aku yakin kalau itu Ibu, bukan sosok berbulu!"
Nanang tetap pada keyakinannya. Ia bergegas menuju pintu, lalu membukanya tanpa ragu.
"Aaaa ...!" teriakan itu membuat Ujang terbelenggu.
"Itu bukan Ibu ...," Ujang berkeluh di ruang tamu.
Benar saja! Dalam sekejap sosok berbulu itu sudah masuk dan hendak mencekik Ujang yang terpaku.
"Kau anak nakal yang tidak patuh terhadap Ibumu! Jadi lebih baik kau dibunuh!" ucap sosok berbulu itu, suaranya terdengar berat dan serak.
"Tidak. Jangan bunuh aku! Aku janji akan merubah semua tingkah lakuku," mohon Ujang kepada sosok itu.
"Terlambat!" sosok itu mendekat lalu mencengkram leher Ujang.
Ujang pun pingsan saat sosok itu hendak mencekik lehernya.
***
Saat terbangun, Ujang begitu senang karena ia masih bisa melihat kakak dan ibunya. Ujang pun langsung memeluk ibunya dengan erat, sembari berjanji akan merubah semua tingkag lakunya. Ibunya mencoba menenagkan anak bungsunya, sembari berkata.
"Tenang Nak! Ibu tetap di sini menjagamu. Ibu senang mendengar kalau kamu akan merubah sikapmu. Dan ibu harap kamu benar-benar melakukan itu." ucapnya, sembari mengedipkan mata kepada anak pertamanya karena rencana untuk menakut-nakuti Ujang berjalan sempurna.
TAMAT
Selamat membaca dan berikan apresiasi kepada penulis dalam bentuk saran serta kritik yang membangun. Sampai bertemu di Parade Cerita Misteri Anak selanjutnya dan ... salam iterasi!
No comments:
Post a Comment
Selamat datang para pengunjung. Bebaskan dirimu dalam berekspresi menggunakan kata-kata selama sopan dan tidak mengandung SARA. Apakah artikel ini menarik bagimu? Silahkan meninggalkan opini, pesan, dan kesan di kolom komentar.
- Admin -