Berikut ini adalah rekapitulasi karya para Hantu untuk Parade Horor dan Horor Komedi Duet edisi 15 Februari 2015. Tema yang diangkat adalah "Seribu Bisa/Racun" untuk Parade Horor Duet (PHD) dan "Munafik Lo!" untuk Parade Horor Komedi Duet.(PHKD)
[PHD] RACUN CINTA
Nabila Bisansa & Winarko Sulaksono
Perempuan itu, Kate, sangat menyukai pria yang belum lama dikenalnya.
Entah mengapa, setiap bertemu dengan pria tersebut, yakni Rie, jantung Kate berdebar-debar. Namun, Kate terlahir dengan kondisi tubuh buruk. Dia autis, namun dia mengerti tentang cinta.
Tetapi setiap Rie bertemu Kate, Dia selalu menghindar, meremehkan, dan mengejeknya. Walaupun begitu, Kate tetap saja menyukainya. Suatu saat dia mulai berpikiran bahwa dia sudah tak tahan dengan perlakuan Rie kepadanya.
Apalagi dia selalu melihat kemesraan antara sahabatnya dengan Rie, yaitu Ana. Hati Kate seperti tercabik - cabik melihat itu semua. Ana adalah sahabat terbaiknya. Namun, dia tak menyangka ternyata sahabat yang selama ini baik dengannya, menusuk dari belakang. Kate benci dengan Ana, karna Rie, persahabatan mereka menjadi hancur, walaupun Ana tak mengetahui itu. Dan kabar pahitnya lagi, ternyata Ana dan Rie sudah menjalin hubungan selama tiga bulan lamanya tanpa diketahui oleh Kate.
Kate tak boleh tinggal diam. Dia ingin melakukan sesuatu.
Dia ingin membuat Rie menyukainya, namun hal yang dilakukan Kate adalah hal yang salah, Dia pergi ke dukun untuk meminta bantuan agar Rie bisa mencintainya seperti Kate mencintai Rie, sekalipun itu hal keji yang bisa membuat Kate membunuh orang.
Entah racun atau bujukan apa yang membangkitkan hati Kate menjadi hati iblis. Tanpa basa-basi lagi, Dia segera pergi ke dukun untuk meminta bantuan.
“Kumpulkan tujuh hati perempuan yang kamu benci lalu campurkan darah dari hati tersebut dengan ramuan racun ini yang berasal dari seribu kembang beracun,” begitu kata sang dukun.
Sepulang dari rumah sang dukun, Kate pun mulai melaksanakan perintah dukun tersebut. Tak terasa, dalam enam hari Ia telah mengumpulkan darah dari enam hati perempuan mantan Kate. Kebetulan mantan Kate berjumlah enam orang.
Pada hari ketujuh, tepat pada hari Valentine yaitu tanggal 14 Februari, Dia bingung ingin mengambil darah dari hati siapa. Namun sang perempuan licik itu tidak kehabisan ide, Dia ingin membunuh sahabatnya, namun sekarang telah menjadi musuhnya yang bernama Ana karena sahabatnya itu selalu bermesraan dengan Rie didepan mata kepalanya sendiri.
Kate pun menelpon Ana. Begini percakapan mereka di telepon.
"Halo Ana, bisa-kah kau main ke rumahku jam 8 malam nanti?" tanya Kate memulai telepon.
"Bisa, memangnya ada perlu apa? Apa ada masalah?" jawab Ana dari seberang.
"Ya, aku punya masalah yang sangat besar yang ingin aku selesaikan bersamu," jawab Kate lagi.
"Baiklah kawan, tunggu aku," jawab Ana mengakhiri telepon.
'Hahaha, kawan? Cuih,' Kate berkata sambil meludah. Namun terpasang senyum lebar di wajahnya. Lebih tepatnya senyum licik.
Waktu telah menunjukkan jam 20.00. Ana bergegas ke rumah Kate, dalam waktu lima belas menit Ana sudah sampai di rumah Kate.
Kate mempersilahkan Ana masuk. Kate mengajak Ana ke ruang keluarga. Mereka berbincang - bincang mengenai kehidupan mereka.
"Oh ya Kate, aku ada janji sama Rie. Aku harus segera pergi," kata Ana sembari berdiri.
"Ah, Ana, minum dulu. Sebentar aku ambilkan minum. Kau tunggu sini."
Kate ke dapur, tapi bukannya mengambil minum tapi Ia mengambil sebilah pisau lipat. Kate segera kembali ke ruang keluarga.
Kate menghampiri Ana yang sedang mendengarkan lagu di headsetnya sembari jarinya menari - nari diatas layar handphone dan menusuk Ana dari belakang dengan pisaunya yang baru saja tadi sore diasah.
Ana menggelepar. Punggungnya dipenuhi bercak darah. Darah menggenangi ruang keluarga Kate. Kate dengan santainya berkata : “Sakit ya? Kau tak tahu bagaimana sakitnya hatiku saat melihat kalian bermesraan." Kate tersenyum licik dan mengambil hatinya.
Tiba - tiba, ada dering SMS di handphone Ana. Itu pesan dari Rie yang berisi :
"Sayang, kau dimana? Aku berada didepan rumahmu."
"Aku di rumah Kate, bisa-kah kau kemari sayang?" jawab Ana yang sebenarnya Kate itu.
"On the way sayang. "
Mengetahui itu, Kate langsung membuka lemari dan memasukkan jasad Ana kedalamnya. Lalu darah yang berceceran segera Ia masukkan ke tempat hati yang lainnya.
'Ting...tong!!!' Bel rumah Kate berbunyi nyaring. Rie dibukakan pintu oleh Kate.
"Hai, di mana Ana?" tanya Rie ramah.
"Masuklah dulu, Ana sedang keluar sebentar."
Sudah 10 menit mereka berbincang. Seperti rencana, Kate mengambilkan Rie minum. Dia mencampurkan seribu racun cinta yang diberikan oleh dukun.
Sembari Kate mengambilkan minum, Rie tak sengaja membuka lemari, betapa terkejutnya dia saat melihat jasad Ana sudah tak berdaya.
Belum sempat diminum, Rie langsung marah besar dan mencaci maki Kate.
Kate tersenyum, dan dengan sigap namun awas, Dia menancapkan pisaunya ke mata Rie, dan mencongkelnta lalu berkata "Ini untuk kau yang memandangku dengan sebelah mata." Lalu dilanjutkan dengan memotong lidah dan bibir Rie dan berkata (pula) "Ini untuk kau yang selalu mengejekku."
Dilanjutkan lagi dengan memotong tangannya lalu berkata (lagi) "Ini untuk kau yang pernah menamparku." Dan Dia yang terakhir mengoyak perut dan dada Rie lalu mengambil hatinya dan berkata (lagi) "Ini untuk kau yang membuat hatiku terkoyak, dan kini hati kau yang harus terkoyak."
Kate agak sedih racunnya tidak bekerja, namun setidaknya sekarang Ia dapat memiliki hati Rie untuk selamanya dan hanya Kate yang boleh memilikinya.
Kate tersenyum licik untuk terakhir kalinya. Sekarang dirumah Kate ada sembilan hati, enam perempuan mantan Kate, satu perempuan kekasih Rie, satu hati Rie, dan satu lagi hati Kate itu sendiri.
TAMAT
Entah mengapa, setiap bertemu dengan pria tersebut, yakni Rie, jantung Kate berdebar-debar. Namun, Kate terlahir dengan kondisi tubuh buruk. Dia autis, namun dia mengerti tentang cinta.
Tetapi setiap Rie bertemu Kate, Dia selalu menghindar, meremehkan, dan mengejeknya. Walaupun begitu, Kate tetap saja menyukainya. Suatu saat dia mulai berpikiran bahwa dia sudah tak tahan dengan perlakuan Rie kepadanya.
Apalagi dia selalu melihat kemesraan antara sahabatnya dengan Rie, yaitu Ana. Hati Kate seperti tercabik - cabik melihat itu semua. Ana adalah sahabat terbaiknya. Namun, dia tak menyangka ternyata sahabat yang selama ini baik dengannya, menusuk dari belakang. Kate benci dengan Ana, karna Rie, persahabatan mereka menjadi hancur, walaupun Ana tak mengetahui itu. Dan kabar pahitnya lagi, ternyata Ana dan Rie sudah menjalin hubungan selama tiga bulan lamanya tanpa diketahui oleh Kate.
Kate tak boleh tinggal diam. Dia ingin melakukan sesuatu.
Dia ingin membuat Rie menyukainya, namun hal yang dilakukan Kate adalah hal yang salah, Dia pergi ke dukun untuk meminta bantuan agar Rie bisa mencintainya seperti Kate mencintai Rie, sekalipun itu hal keji yang bisa membuat Kate membunuh orang.
Entah racun atau bujukan apa yang membangkitkan hati Kate menjadi hati iblis. Tanpa basa-basi lagi, Dia segera pergi ke dukun untuk meminta bantuan.
“Kumpulkan tujuh hati perempuan yang kamu benci lalu campurkan darah dari hati tersebut dengan ramuan racun ini yang berasal dari seribu kembang beracun,” begitu kata sang dukun.
Sepulang dari rumah sang dukun, Kate pun mulai melaksanakan perintah dukun tersebut. Tak terasa, dalam enam hari Ia telah mengumpulkan darah dari enam hati perempuan mantan Kate. Kebetulan mantan Kate berjumlah enam orang.
Pada hari ketujuh, tepat pada hari Valentine yaitu tanggal 14 Februari, Dia bingung ingin mengambil darah dari hati siapa. Namun sang perempuan licik itu tidak kehabisan ide, Dia ingin membunuh sahabatnya, namun sekarang telah menjadi musuhnya yang bernama Ana karena sahabatnya itu selalu bermesraan dengan Rie didepan mata kepalanya sendiri.
Kate pun menelpon Ana. Begini percakapan mereka di telepon.
"Halo Ana, bisa-kah kau main ke rumahku jam 8 malam nanti?" tanya Kate memulai telepon.
"Bisa, memangnya ada perlu apa? Apa ada masalah?" jawab Ana dari seberang.
"Ya, aku punya masalah yang sangat besar yang ingin aku selesaikan bersamu," jawab Kate lagi.
"Baiklah kawan, tunggu aku," jawab Ana mengakhiri telepon.
'Hahaha, kawan? Cuih,' Kate berkata sambil meludah. Namun terpasang senyum lebar di wajahnya. Lebih tepatnya senyum licik.
Waktu telah menunjukkan jam 20.00. Ana bergegas ke rumah Kate, dalam waktu lima belas menit Ana sudah sampai di rumah Kate.
Kate mempersilahkan Ana masuk. Kate mengajak Ana ke ruang keluarga. Mereka berbincang - bincang mengenai kehidupan mereka.
"Oh ya Kate, aku ada janji sama Rie. Aku harus segera pergi," kata Ana sembari berdiri.
"Ah, Ana, minum dulu. Sebentar aku ambilkan minum. Kau tunggu sini."
Kate ke dapur, tapi bukannya mengambil minum tapi Ia mengambil sebilah pisau lipat. Kate segera kembali ke ruang keluarga.
Kate menghampiri Ana yang sedang mendengarkan lagu di headsetnya sembari jarinya menari - nari diatas layar handphone dan menusuk Ana dari belakang dengan pisaunya yang baru saja tadi sore diasah.
Ana menggelepar. Punggungnya dipenuhi bercak darah. Darah menggenangi ruang keluarga Kate. Kate dengan santainya berkata : “Sakit ya? Kau tak tahu bagaimana sakitnya hatiku saat melihat kalian bermesraan." Kate tersenyum licik dan mengambil hatinya.
Tiba - tiba, ada dering SMS di handphone Ana. Itu pesan dari Rie yang berisi :
"Sayang, kau dimana? Aku berada didepan rumahmu."
"Aku di rumah Kate, bisa-kah kau kemari sayang?" jawab Ana yang sebenarnya Kate itu.
"On the way sayang. "
Mengetahui itu, Kate langsung membuka lemari dan memasukkan jasad Ana kedalamnya. Lalu darah yang berceceran segera Ia masukkan ke tempat hati yang lainnya.
'Ting...tong!!!' Bel rumah Kate berbunyi nyaring. Rie dibukakan pintu oleh Kate.
"Hai, di mana Ana?" tanya Rie ramah.
"Masuklah dulu, Ana sedang keluar sebentar."
Sudah 10 menit mereka berbincang. Seperti rencana, Kate mengambilkan Rie minum. Dia mencampurkan seribu racun cinta yang diberikan oleh dukun.
Sembari Kate mengambilkan minum, Rie tak sengaja membuka lemari, betapa terkejutnya dia saat melihat jasad Ana sudah tak berdaya.
Belum sempat diminum, Rie langsung marah besar dan mencaci maki Kate.
Kate tersenyum, dan dengan sigap namun awas, Dia menancapkan pisaunya ke mata Rie, dan mencongkelnta lalu berkata "Ini untuk kau yang memandangku dengan sebelah mata." Lalu dilanjutkan dengan memotong lidah dan bibir Rie dan berkata (pula) "Ini untuk kau yang selalu mengejekku."
Dilanjutkan lagi dengan memotong tangannya lalu berkata (lagi) "Ini untuk kau yang pernah menamparku." Dan Dia yang terakhir mengoyak perut dan dada Rie lalu mengambil hatinya dan berkata (lagi) "Ini untuk kau yang membuat hatiku terkoyak, dan kini hati kau yang harus terkoyak."
Kate agak sedih racunnya tidak bekerja, namun setidaknya sekarang Ia dapat memiliki hati Rie untuk selamanya dan hanya Kate yang boleh memilikinya.
Kate tersenyum licik untuk terakhir kalinya. Sekarang dirumah Kate ada sembilan hati, enam perempuan mantan Kate, satu perempuan kekasih Rie, satu hati Rie, dan satu lagi hati Kate itu sendiri.
TAMAT
[PHD] RACUN MEMATIKAN
Dinda Cinta & Teguh Maulana
"Jangan datang, jangaan ... "
Aku terbangun dari tidurku. Rupanya aku masih di dalam kelas. Aku duduk di bangku paling belakang. Mimpi itu selalu saja menghantuiku belakangan ini. Mimpi tentang Yuka. Gadis manis yang pernah menjadi sahabatku. Tapi, ia meninggal sebulan yang lalu. Tak ada yang mengetahui penyebab kematiannya. Aku sendiri tidak yakin dengan keterangan polisi yang menyatakan bahwa Yuka meninggal karena keracunan makanan. Menurutku, lebih dari itu. Ia mungkin dibunuh.
"Jeny, bisakah kita pulang bareng hari ini?" Seorang pemuda jangkung menghampiri mejaku. Aku sedikit mendongak melihat ekor matanya. Ia adalah Deny, mantan pacar Yuka. Belum genap dua bulan Yuka meninggal, Deny sudah mengejarku.
"Maaf aku tidak bisa," kataku. Sebisa mungkin aku ingin selalu menolak Deny. Aku tidak mau di sana Yuka kecewa karena melihat kekasihnya bergandengan dengan temannya sendiri. Sebab aku tahu betul bagaimana Yuka memperlakukan Deny semasa hidupnya. Namun dasar Deny yang keras kepala, ia terus saja memaksa. Sehingga aku tak punya pilihan, selain menerima ajakannya.
"Kita ke rumahku dulu ya? Ada yang ketinggalan," tukasnya ketika kami sampai di kawasan rumah yang bisa dibilang sepi. Awalnya aku menolak. Tapi sekali lagi Deny selalu punya alasan untuk menahanku, dan terpaksa aku pun mengikuti kemauannya.
Deny mengajakku masuk ke dalam sebuah rumah. Rumah yang sangat tidak layak dikatakan rumah. Lebih seperti gudang pembuangan. Di sana-sini nampak retakan pada dindingnya, belum lagi sarang laba-laba yang bergelayut di langit-langit.
Bergegas Deny membuka pintunya. Bau apek menyeruak, memenuhi penciumanku seketika. Aku dipersilakan duduk di sebuah kursi usang, penuh debu. Sementara Deny berlalu ke ruangan sebelah.
Cukup lama aku menunggu. Beberapa kali kulirik jam tangan untuk membunuh waktu. Namun Deny tak kunjung datang. Mulai jengah, kuputuskan untuk mencarinya.
Saat menaiki anak tangga, ada hal aneh yang kurasakan. Sesosok bayangan hitam berkelebat dari arah belakang tubuhku. Seketika, aroma busuk menyengat, menusuk hidung sampai ulu hatiku. Beberapa kali kubekap mulut dan hidungku, menahan rasa mual yang mendesak ingin keluar.
"Den, Deny, kamu dimana?" Aku mulai memanggil-manggil Deny. Rasa takut menyusup pelan-pelan. Menikam hatiku tanpa ampun.
Krek!
Kudengar suara benda seperti terinjak. "Den, kamu jangan bercanda ya? Ini sudah cukup," kataku menenangkan diri. Namun tetap saja sepi, tak ada yang menjawab.
''Arrrgghh!'' Saat melangkah, tiba-tiba aku terperosok ke dalam sebuah ruangan yang gelap.
Lama aku ambruk. Membiarkan rasa sakit karena jatuh tadi agak berkurang. Tanganku bergerak, meraba-raba mencari sesuatu yang mungkin bisa dijadikan pegangan. Aku menemukannya. Tapi ini agak aneh, terasa licin seperti berlendir, tapi keras. Aku terus meraba, dan semakin banyak menemukan benda yang sama. Hanya berbeda ukuran.
Lalu dari kejauhan, setitik cahaya mendekat, dan terus mendekat. Aku terkesiap. Tidak percaya. Cahaya itu berasal dari sebuah lentera yang ditenteng sesosok perempuan. Aku menggosok mata untuk memastikan apa yang kulihat itu benar.
Aku mengenali wajah itu. Rambutnya yang tergerai bebas, dan senyumnya itu.
Tidak sampai di situ. Hal yang mengejutkan kembali terjadi. Samar-samar, aku melihat jalan yang dilalui wanita itu. Berserakan tulang-belulang manusia.
''Y-yuka?'' Perlahan aku bangkit dan mundur, menjauhi sosok wanita yang menyerupai Yuka, atau mungkin dia memang Yuka? ''Kamu kah itu?''
"Aku lapar, bisakah kau membagi sedikit dagingmu untukku?" tanyanya membuka suara. Aku semakin merinding. Apa maksudnya dengan daging? Ia ingin memakanku? Secepatnya aku bergeleng. Ini sudah tidak wajar. Aku mundur ke belakang. Kulihat ia berjalan terseok-seok mengikutiku.
"Aku ingin otakmu, berikan padaku otakmu."
"Tidak, Yuka. Jangan lakukan ini. Tolooong ... "
Aku terus berlari seperti tak punya tujuan. Sebab aku tak menemukan secelah pun jalan keluar. Saat aku terengah, kucoba bersembunyi di sebuah lorong kecil. Nampaknya ini lorong tangga. Tanpa sengaja aku menemukan seorang anak kecil meringkuk memeluk boneka. Ia mengenakan pakaian putih yang lusuh dan kotor. Dan tidak ketinggalan dengan bau yang tidak sedap. Kepalanya menunduk, rambutnya menutupi wajahnya. Samar, bahkan nyaris tak terdengar ia merintih. Kuharap ia bukan sosok orang mati seperti Yuka.
"Kamu siapa?" tanyaku sembari mengecilkan suaraku. Auranya masih segar, tak sama dengan Yuka yang aneh.
"Kakak, tolong aku, aku takut ..., " kata anak itu mengiba. Mungkin ia sama denganku. Dapat merasakan bahwa kami bukan orang mati. Aku mengelus rambut anak itu yang terasa sedikit dingin. "Tolong aku kak, sakit sekali ...," lanjutnya lagi. Saat ia memandangku. Kulihat wajahnya begitu tirus, nyaris mengelupas. Sudut matanya mengeluarkan darah dan ia terus saja mengiba.
"Ka,ka,ka ... " Aku tak dapat melanjutkan kata-kataku. Tapi aku yakin, anak ini belum mati. Tidak seperti Yuka, aku masih merasakan desah nafasnya menyapu wajahku.
"Tolong Kak, sakit ... " Masih saja ia merintih-rintih.
"Apa yang terjadi kepadamu? Jelaskanlah pada kakak," ucapku lirih. Kupapah ia menuju dekapanku.
Serta-merta ia menolak bantuanku.
"Jangan mendekat, ini menular," katanya. Mataku membulat, keringat dingin langsung meluncur menuruni pipiku.
"Lalu bagaimana kakak menolongmu?" tanyaku bingung. Aku berusaha menjaga jarak darinya. Aku tidak mau menjadi seperti anak itu atau pun Yuka.
"Ceritakan, bagaimana ini bisa terjadi?" tanyaku lagi.
"Aku melihat seorang kakak membubuhkan racun ke dalam minuman seseorang. Lalu ia berubah sepertiku. Bedanya, kakak itu tak merasakan sakit karena ia mungkin sedang pingsan. Sebentar lagi aku akan menyusul kakak itu," ceritanya sambil menahan sakit. "Jadi kakak pergilah dari sini, jangan sampai ketahuan kakak itu," lanjutnya.
Aku semakin tak mengerti. Kebingungan menggerogoti akal sehatku.
"Akh ... Sakit ... "
Pada detik berikutnya ia membeku. Jantungku berdebar-debar. Di luar terdengar gesekan kaki. Mungkin itu Yuka. Dalam ketakutan dan kepanikan disertai kebingungan. Tiba-tiba ada yang menarik pergelangan tanganku. Hampir saja aku menjerit. Sebelum kemudian aku menyadari bahwa dia Deny.
"Kau kemana saja? Tempat apa ini?" tanyaku.
"Kau jangan banyak bertanya. Ayo kita tinggalkan tempat terkutuk ini."
"Anak ini?" kataku mencoba menahan Deny. Deny memicingkan matanya menatap anak kecil itu.
"Dia sudah mati."
Secepatnya aku mengikuti kemana Deny membawaku.
"Tadi itu tempat apa sih? Dan, mengapa ada Yuka? Apa dia masih hidup?" tanyaku ketika kami sudah berada di ruangan yang lebih layak.
"Ini perbuatan kakakku. Ia menganut ilmu Voodoo. Voodoo merupakan sebuah aliran kepercayaan terhadap Tuhan yang dinamakan Bondye. Ritual Voodoo sebenarnya hampir sama menyerupai ritual santet." Deny menjelaskan tentang Voodoo kepadaku. Aku bergidik. Ngeri juga mendengar kata santet.
"Lalu, apa hubungannya dengan Yuka atau pun anak kecil itu?" tanyaku masih penasaran.
"Kakakku membuat mereka menjadi zombi. Caranya adalah dengan meracuni mereka dengan ramuan yang akan mematikan metabolisme kerja tubuh mereka. Sementara raganya tetap hidup."
"Untuk apa?"
"Menjadikan manusia sebagai zombi adalah untuk bisa disetir oleh orang yang berkepentingan."
Aku menelan ludah mendengar penuturan Deny. Zaman sekarang, di era globalisasi ini, masih juga ada penganut Voodoo.
"Tapi bagaimana itu bisa terjadi pada Yuka? Jelas-jelas polisi mengotopsi mayatnya? Ini mustahil." Aku jelas tak percaya. Ini sulit kumengerti. Bagaimana mungkin orang yang sudah dimakamkan bahkan aku datang di hari pemakamannya. Malah hidup lagi menjadi zombi pula.
"Kau pikir, Yuka benar-benar mati keracunan? Itu hanya manipulasi. Kami penganut ilmu voodoo telah mempersiapkan segalanya. Bahkan kakakku menggali kuburnya dan kemudian mengambil jasadnya." Deny menyeringai. Ia duduk santai di sebuah meja lalu membuat sesuatu. "Cara membuat Yuka seolah-olah mati adalah dengan campuran kulit katak yang biasa disebut 'bufo bufo bufo', kulit katak yang sangat berbahaya. Terdapat beberapa kandungan kimia yang bersifat racun mematikan di dalamnya. Dengan tambahan ikan puffer atau Fugo. Racun ikan ini disebut tetrodotoksin, racun saraf yang mematikan." Deny bangkit dari duduknya. Aku sempat menyadari sesuatu. Bahwa tadi ia mengatakan kami penganut ilmu Voodoo. Itu artinya?
"Ka, ka, kau juga penganut ilmu itu?" tanyaku dengan muka pucat. Ia menyeringai. Di tangannya terdapat campuran kulit katak dan ikan fugo.
"Kau ingin mencobanya? Minumlah, setelah beberapa menit kau akan terlihat mati dengan napas dan detak jantung yang lambat dan lemah. Setelah itu, kau akan menjadi bonekaku."
"Kau gila!" Aku segera bangkit dari kursi. Berusaha menghindar darinya. Aku tak ingin mati konyol dan menjadi zombi. Aku baru menyadari. Inikah arti mimpiku belakangan ini? Bahwa sebaiknya aku menjauhi Deny.
Sriing ... Aku terpeleset menginjak besi yang tergeletak di lantai. Mataku tanpa sengaja menangkap sebilah pisau berkarat. Ketika Deny semakin mendekat. Kuhunuskan pisau itu ke tubuhnya, lalu berlari sejauh mungkin. Sayang, racun mematikan itu mengenaiku sedikit. Perlahan rasa mual menjalar. Dan aku lupa segalanya.
Aku terbangun dari tidurku. Rupanya aku masih di dalam kelas. Aku duduk di bangku paling belakang. Mimpi itu selalu saja menghantuiku belakangan ini. Mimpi tentang Yuka. Gadis manis yang pernah menjadi sahabatku. Tapi, ia meninggal sebulan yang lalu. Tak ada yang mengetahui penyebab kematiannya. Aku sendiri tidak yakin dengan keterangan polisi yang menyatakan bahwa Yuka meninggal karena keracunan makanan. Menurutku, lebih dari itu. Ia mungkin dibunuh.
"Jeny, bisakah kita pulang bareng hari ini?" Seorang pemuda jangkung menghampiri mejaku. Aku sedikit mendongak melihat ekor matanya. Ia adalah Deny, mantan pacar Yuka. Belum genap dua bulan Yuka meninggal, Deny sudah mengejarku.
"Maaf aku tidak bisa," kataku. Sebisa mungkin aku ingin selalu menolak Deny. Aku tidak mau di sana Yuka kecewa karena melihat kekasihnya bergandengan dengan temannya sendiri. Sebab aku tahu betul bagaimana Yuka memperlakukan Deny semasa hidupnya. Namun dasar Deny yang keras kepala, ia terus saja memaksa. Sehingga aku tak punya pilihan, selain menerima ajakannya.
"Kita ke rumahku dulu ya? Ada yang ketinggalan," tukasnya ketika kami sampai di kawasan rumah yang bisa dibilang sepi. Awalnya aku menolak. Tapi sekali lagi Deny selalu punya alasan untuk menahanku, dan terpaksa aku pun mengikuti kemauannya.
Deny mengajakku masuk ke dalam sebuah rumah. Rumah yang sangat tidak layak dikatakan rumah. Lebih seperti gudang pembuangan. Di sana-sini nampak retakan pada dindingnya, belum lagi sarang laba-laba yang bergelayut di langit-langit.
Bergegas Deny membuka pintunya. Bau apek menyeruak, memenuhi penciumanku seketika. Aku dipersilakan duduk di sebuah kursi usang, penuh debu. Sementara Deny berlalu ke ruangan sebelah.
Cukup lama aku menunggu. Beberapa kali kulirik jam tangan untuk membunuh waktu. Namun Deny tak kunjung datang. Mulai jengah, kuputuskan untuk mencarinya.
Saat menaiki anak tangga, ada hal aneh yang kurasakan. Sesosok bayangan hitam berkelebat dari arah belakang tubuhku. Seketika, aroma busuk menyengat, menusuk hidung sampai ulu hatiku. Beberapa kali kubekap mulut dan hidungku, menahan rasa mual yang mendesak ingin keluar.
"Den, Deny, kamu dimana?" Aku mulai memanggil-manggil Deny. Rasa takut menyusup pelan-pelan. Menikam hatiku tanpa ampun.
Krek!
Kudengar suara benda seperti terinjak. "Den, kamu jangan bercanda ya? Ini sudah cukup," kataku menenangkan diri. Namun tetap saja sepi, tak ada yang menjawab.
''Arrrgghh!'' Saat melangkah, tiba-tiba aku terperosok ke dalam sebuah ruangan yang gelap.
Lama aku ambruk. Membiarkan rasa sakit karena jatuh tadi agak berkurang. Tanganku bergerak, meraba-raba mencari sesuatu yang mungkin bisa dijadikan pegangan. Aku menemukannya. Tapi ini agak aneh, terasa licin seperti berlendir, tapi keras. Aku terus meraba, dan semakin banyak menemukan benda yang sama. Hanya berbeda ukuran.
Lalu dari kejauhan, setitik cahaya mendekat, dan terus mendekat. Aku terkesiap. Tidak percaya. Cahaya itu berasal dari sebuah lentera yang ditenteng sesosok perempuan. Aku menggosok mata untuk memastikan apa yang kulihat itu benar.
Aku mengenali wajah itu. Rambutnya yang tergerai bebas, dan senyumnya itu.
Tidak sampai di situ. Hal yang mengejutkan kembali terjadi. Samar-samar, aku melihat jalan yang dilalui wanita itu. Berserakan tulang-belulang manusia.
''Y-yuka?'' Perlahan aku bangkit dan mundur, menjauhi sosok wanita yang menyerupai Yuka, atau mungkin dia memang Yuka? ''Kamu kah itu?''
"Aku lapar, bisakah kau membagi sedikit dagingmu untukku?" tanyanya membuka suara. Aku semakin merinding. Apa maksudnya dengan daging? Ia ingin memakanku? Secepatnya aku bergeleng. Ini sudah tidak wajar. Aku mundur ke belakang. Kulihat ia berjalan terseok-seok mengikutiku.
"Aku ingin otakmu, berikan padaku otakmu."
"Tidak, Yuka. Jangan lakukan ini. Tolooong ... "
Aku terus berlari seperti tak punya tujuan. Sebab aku tak menemukan secelah pun jalan keluar. Saat aku terengah, kucoba bersembunyi di sebuah lorong kecil. Nampaknya ini lorong tangga. Tanpa sengaja aku menemukan seorang anak kecil meringkuk memeluk boneka. Ia mengenakan pakaian putih yang lusuh dan kotor. Dan tidak ketinggalan dengan bau yang tidak sedap. Kepalanya menunduk, rambutnya menutupi wajahnya. Samar, bahkan nyaris tak terdengar ia merintih. Kuharap ia bukan sosok orang mati seperti Yuka.
"Kamu siapa?" tanyaku sembari mengecilkan suaraku. Auranya masih segar, tak sama dengan Yuka yang aneh.
"Kakak, tolong aku, aku takut ..., " kata anak itu mengiba. Mungkin ia sama denganku. Dapat merasakan bahwa kami bukan orang mati. Aku mengelus rambut anak itu yang terasa sedikit dingin. "Tolong aku kak, sakit sekali ...," lanjutnya lagi. Saat ia memandangku. Kulihat wajahnya begitu tirus, nyaris mengelupas. Sudut matanya mengeluarkan darah dan ia terus saja mengiba.
"Ka,ka,ka ... " Aku tak dapat melanjutkan kata-kataku. Tapi aku yakin, anak ini belum mati. Tidak seperti Yuka, aku masih merasakan desah nafasnya menyapu wajahku.
"Tolong Kak, sakit ... " Masih saja ia merintih-rintih.
"Apa yang terjadi kepadamu? Jelaskanlah pada kakak," ucapku lirih. Kupapah ia menuju dekapanku.
Serta-merta ia menolak bantuanku.
"Jangan mendekat, ini menular," katanya. Mataku membulat, keringat dingin langsung meluncur menuruni pipiku.
"Lalu bagaimana kakak menolongmu?" tanyaku bingung. Aku berusaha menjaga jarak darinya. Aku tidak mau menjadi seperti anak itu atau pun Yuka.
"Ceritakan, bagaimana ini bisa terjadi?" tanyaku lagi.
"Aku melihat seorang kakak membubuhkan racun ke dalam minuman seseorang. Lalu ia berubah sepertiku. Bedanya, kakak itu tak merasakan sakit karena ia mungkin sedang pingsan. Sebentar lagi aku akan menyusul kakak itu," ceritanya sambil menahan sakit. "Jadi kakak pergilah dari sini, jangan sampai ketahuan kakak itu," lanjutnya.
Aku semakin tak mengerti. Kebingungan menggerogoti akal sehatku.
"Akh ... Sakit ... "
Pada detik berikutnya ia membeku. Jantungku berdebar-debar. Di luar terdengar gesekan kaki. Mungkin itu Yuka. Dalam ketakutan dan kepanikan disertai kebingungan. Tiba-tiba ada yang menarik pergelangan tanganku. Hampir saja aku menjerit. Sebelum kemudian aku menyadari bahwa dia Deny.
"Kau kemana saja? Tempat apa ini?" tanyaku.
"Kau jangan banyak bertanya. Ayo kita tinggalkan tempat terkutuk ini."
"Anak ini?" kataku mencoba menahan Deny. Deny memicingkan matanya menatap anak kecil itu.
"Dia sudah mati."
Secepatnya aku mengikuti kemana Deny membawaku.
"Tadi itu tempat apa sih? Dan, mengapa ada Yuka? Apa dia masih hidup?" tanyaku ketika kami sudah berada di ruangan yang lebih layak.
"Ini perbuatan kakakku. Ia menganut ilmu Voodoo. Voodoo merupakan sebuah aliran kepercayaan terhadap Tuhan yang dinamakan Bondye. Ritual Voodoo sebenarnya hampir sama menyerupai ritual santet." Deny menjelaskan tentang Voodoo kepadaku. Aku bergidik. Ngeri juga mendengar kata santet.
"Lalu, apa hubungannya dengan Yuka atau pun anak kecil itu?" tanyaku masih penasaran.
"Kakakku membuat mereka menjadi zombi. Caranya adalah dengan meracuni mereka dengan ramuan yang akan mematikan metabolisme kerja tubuh mereka. Sementara raganya tetap hidup."
"Untuk apa?"
"Menjadikan manusia sebagai zombi adalah untuk bisa disetir oleh orang yang berkepentingan."
Aku menelan ludah mendengar penuturan Deny. Zaman sekarang, di era globalisasi ini, masih juga ada penganut Voodoo.
"Tapi bagaimana itu bisa terjadi pada Yuka? Jelas-jelas polisi mengotopsi mayatnya? Ini mustahil." Aku jelas tak percaya. Ini sulit kumengerti. Bagaimana mungkin orang yang sudah dimakamkan bahkan aku datang di hari pemakamannya. Malah hidup lagi menjadi zombi pula.
"Kau pikir, Yuka benar-benar mati keracunan? Itu hanya manipulasi. Kami penganut ilmu voodoo telah mempersiapkan segalanya. Bahkan kakakku menggali kuburnya dan kemudian mengambil jasadnya." Deny menyeringai. Ia duduk santai di sebuah meja lalu membuat sesuatu. "Cara membuat Yuka seolah-olah mati adalah dengan campuran kulit katak yang biasa disebut 'bufo bufo bufo', kulit katak yang sangat berbahaya. Terdapat beberapa kandungan kimia yang bersifat racun mematikan di dalamnya. Dengan tambahan ikan puffer atau Fugo. Racun ikan ini disebut tetrodotoksin, racun saraf yang mematikan." Deny bangkit dari duduknya. Aku sempat menyadari sesuatu. Bahwa tadi ia mengatakan kami penganut ilmu Voodoo. Itu artinya?
"Ka, ka, kau juga penganut ilmu itu?" tanyaku dengan muka pucat. Ia menyeringai. Di tangannya terdapat campuran kulit katak dan ikan fugo.
"Kau ingin mencobanya? Minumlah, setelah beberapa menit kau akan terlihat mati dengan napas dan detak jantung yang lambat dan lemah. Setelah itu, kau akan menjadi bonekaku."
"Kau gila!" Aku segera bangkit dari kursi. Berusaha menghindar darinya. Aku tak ingin mati konyol dan menjadi zombi. Aku baru menyadari. Inikah arti mimpiku belakangan ini? Bahwa sebaiknya aku menjauhi Deny.
Sriing ... Aku terpeleset menginjak besi yang tergeletak di lantai. Mataku tanpa sengaja menangkap sebilah pisau berkarat. Ketika Deny semakin mendekat. Kuhunuskan pisau itu ke tubuhnya, lalu berlari sejauh mungkin. Sayang, racun mematikan itu mengenaiku sedikit. Perlahan rasa mual menjalar. Dan aku lupa segalanya.
TAMAT
[PHKD] VALENTINE SEMPRUL
Endang Indri Astuti & Irma Rachmawati
Persahabatan bagai kepompong Mengubah ulat menjadi kupu-kupu, Katanya di lagu sih begitu.
Kuntina, Tuyulo, dan Pocong ganteng bersahabat erat sejak dari zaman Roro jonggrang sampai Roro fitria. Oke abaikan itu yang terlalu berlebihan , tapi sejak mereka jadi hantu di TPU tanah Gadolly mereka bersahabat erat bagaikan panu nempel kemana-mana bersama , suka duka kehujanan kepanasan mereka lakukan bersama dengan penuh suka cita dan derai air mata ... oke back to the laptop. Malam jumat kliwon mereka bersama kumpul di warung Pak Temon bareng-bareng makan Rawon minumnya Es Bonbon. Kuntina terlihat galau malam itu, duduknya gak tenang udah geser kiri geser kanan , garuk-garuk kepalanya yang memang banyak kutu. Pocong ganteng dan tuyulo yang merasakan kegundah gulanaan sahabat mereka akhirnya bertanya pada kuntina.
" Lo kenapa sih? Gelisah gitu pantat lo bisulan ya?" Kata Pocong ganteng sambil nyeruput es bonbon . Kuntina cuma terkikik hambar.
"Ah enggak kok cuma perasaan gue lagi gak enak akhir-akhir ini entah kenapa gue juga kagak tau," ucap Kuntina sambil menyendok Rawonnya.
"Eh, besok malam patroli keliling tuh di kampung Gadolly lu berdua ikut kagak besok kalau gak salah bagian lo deh Kuntina," ucap Tuyulo tiba-tiba.
"Oh gue gak tau Yul, lo sendiri dapet kebagian hari apa? Gue sama siapa ya patroli biasanya kita bertiga ," Kuntina.
"Lo kayaknya sama si Sundeli deh, gue ama Pocong hari setelah lu,"
Tuyul nyomot gorengan. Warung pak temon biasanya rame dengan anak muda yang seneng nongkrong atau sekedar minum kopi. Tetapi malam itu warung Pak Temon sepi pengunjung mungkin gegara malam jumat kliwon, anak muda dan bapak-bapak yang sering nongkrong takut keluar malam-malam. Pak Temon sendiri tengah ngorok di kursi sambil ditemani tiga mahluk tak kasat mata yang asyik makan rawon dan gorengan Pak Temon. Saking bosennya nunggu pelanggan Pak Temon ketiduran. Mungkin Tuhan kasian sama Pak Temon kalau terlalu lama ngorok bisa rugi warungnya yang digasak trio hantu. Akhirnya nyamuk manis masuk ke hidung Pak Temon sampai terbatuk dan bangun. Pak Temon kaget lihat trio hantu lagi asyik gasak dagangannya. Dia pun berteriak histeris
"Hantuuu...." Pak Temon langsung buru-buru nutup warungnya dan mengunci diri, trio hantu yang lagi asyik makan pun kecewa apalagi si Tuyulo yang memang rakus makannya. Mereka pun melenggang pergi meninggalkan warung Pak Temon menuju tempat mereka biasa nongkrong, di pohon waru doyong yang menurut warga kampung Gadolly paling angker.
***
Keesokan malamnya, Kuntina berkeliling patroli di Kampung Gadolly terkadang munculin diri menakuti warga. Malam itu ia ditemani sundeli, Kuntina yang kecapekan memilih istirahat di pohon pete milik Haji Juki.
"Emhhh Kuntina, aku mau ngomong sesuatu sebenernya udah lama sih pengen ngomong tapi gak enak sama kamu," kata sundeli.
"Ya elah ngomong aja keles ada apa gitu?" Ujar Kuntina sembari goyang-goyangin rambutnya yang gimbal.
"Gini, sebenernya aku gak berhak ikut campur cuma ya gitu aku harus ngomong, kemarin itu aku ketemu Pocong ganteng. Dia bilang kalau dia suka sama aku, padahal kan yang aku denger dia pacarmu," ujar Sundeli. Kuntina memanas hatinya cemburu masa sih pocong tega banget ngehianatin hubungan yang sudah terjalin indah begitu lama. Hatinya sakit tapi dia berusaha tegar. Dia gak boleh langsung percaya gitu aja sama ucapan sundeli. Ia sih dia udah lama denger kalau sundeli itu naksir Pocong ganteng udah lama. Tapi gak digubris sama si pocong ganteng, ya siapa tau ini jebakan. Kuntina menarik nafas panjang.
"Pocong bilang apa lagi sama kamu?"
Sundeli tampak ragu kemudian ia berkata," kata Pocong dia bilang gini sama aku, Sundeli aku sukanya sama kamu bukan Kuntina, Kuntina tuh bikin ilfil ketek sama mulutnya bau jengkol kan kamu tau dia penghuni pohon jengkol, kadang tuyul juga suka protes di belakang Kuntina saking baunya' gitu kata si Pocong, makanya aku cerita sama kamu aku gak enak aja gitu. Menurut kamu gimana?" tanya sundeli pada Kuntina.
Kuntina tidak menjawab dia gak nyangka pocong dan tuyul setega itu. Kuntina mewek bombay melayang meninggalkan sundeli yang meneriaki namanya. Setelah melihat Kuntina pergi jauh Sundeli tertawa senang.
"Ha … ha …ha … rasain lo ya gue eneg liat keakraban kalian gue iri sama lo yang selalu diperhatiin warga makam khususnya Pocong dan Tuyulo. Sekarang gue tinggal nunggu berita kehancuran kalian. Tinggal mempengaruhi Tuyulo dan Pocong," Sundeli tertawa cekikikan disertai lolongan anjing Pak Togar.
***
Hari ini adalah Hari Valentine, moment yang sangat di tunggu Kuntina untuk menghabiskan malam bersama dengan Pocong. Namun saying tak seperti yang diharapkan Kuntina, dia sedang marah besar sama Pocong. Harusnya di malam Valentine yang romantic ini Kuntina dapat mangsa banyak dengan menakut-nakuti para Velentine Couple yang sedang diam-diam kencan di warung remang-remang, tempat-tempat sepi biar acara ehem, eh maksudnya ngedatenya gak keganggu, dan tempat yang paling pad adalah di pojok-pojok taman yang tak terkena sinar lampu yang hanya ada tiga di taman itu.
Kuntina duduk tanpa semangat, begitu mencium bau ketek Pocong, Ya iya Kuntina apal secara dia pacarnya bahkan bau ketek dari jarak ribuan mil Pocong bias diciumnya dengan jelas, dia segera beranjak. Okeh! Acara galau rianya sudah selesar ujarnya sambil mematikan music yang ada di handphone jadulnya. Kloek! Lagu Tresno Sudro langsung tercekik dan tak terdengar lagi.
“Kun … Kun … tunggu!” sergah Pocong sambil menarik lengan Kuntina, Cie … seperti di adegan-adegan Ftv ajah. Kuntina menepis tangan Pocong kasar.
Plak! Sebuah tamparan kasar mendarat di pipi Pocong. Uh, atit!!! Pocong pun tercengang. Salah apa dia? Salah apa kau membenciku, eh malah nyanyi.
“Munafik Loe, Cong katanya kamu cintah ma aku, tapi nyatanya kamu lebih milih Sundel dari pada aku. Kamu Jahat … jahat … jahat…” teriak Kunti, hatinya hancur berkeping-keping sementara Pocong masih melongo tak mengerti.
“KAMU KENAPA SIH!”ujar Pocong emosi dengan jantung berdebum tak jelas.
“Sundel bilang kamu gak sukia ma aku, tapi kamu sukanya sama dia, ngaku aja. Kamu jelek-jelekin aku di depan di. Ah, munafik loe, cong!” Jawab Kuntina tak kalah emosi.
“Tidak! Itu fitnah!” elak Pocong.
“Kalau aku beneran suka sama Sundel kenapa aku nyariin kamu, pake bawa-bawa cokelat begini segala.” Tunjuk Pocong pada sekotak cokelat yang di bawanya dan bunga kamboja yang dirangkai untuk Kuntina.
“Iya itu gak bener,Kun” Tuyul datang sambil menyeret paksa Sundell, Sundell Pun merasa malau karena usahanya digagalkan Tuyul.
“Katakan, Ndel. Kamu kan yang ngadu domba kita,” paksa Tuyul pada Sundel. Sundel diam aja tak mau bicara.
“Oke, kalau kamu diam aja akan kukutuk kamu jadi Sundel Buntet biar kamu gak kece lagi,”ketus Tuyul, Tuyul diwarisi aji-aji dari mbah kakungnya dia bisa mengutuk apapun kecuali mengutuk dirinya sendiri jadi tampan.
“Ja-Ja-Jangan! Oke aku ngaku. Memang benar aku nbgadu domba kalian. Aku iri dengan Kunti kenapa dia punya pacar seganteng kamu Cong,” ujar Sundel dengan nada memelas.
“Ndel, kenapa kamu tega lakuin ini. Kamu itu sahabat aku,” sesal Kuntina.
“Udah kita bawa aja ke pengadilan hantu biar dia di hokum,” usul Tuyul, awalnya mereka berdebat tapi demi kebaikan Sundel agar mau berubah akhirnya Kunti mau.
Tinggalah Knti dan Pocong berduaan, Kuntina merasa Malu. Suasana yang romantic di bawah terang bulan yang menyipit di balik awan membuat malam Valentine mereka lebih indah.
“Ini buat kamu,” ujar Pocong sambil menyodorkan sekotak cokelat yang mengkilat, Kunti pun tersipu.
“Terima kasih,” ujar Kuntina malu-malu sambil menerima sekotak kotak cokelat yang berwarna menggoda itu.
“Dimakan dong,Kun.,” ujar Pocong lalu membantu Kuntina membuka bungkus cokelat dan mengambil sepotong lalu menyuapkannya ke Kuntina.
“Enak Gak?” Tanya pocong.
Kuntina tersenyum masam, apa yang harus dikatakan.
“Kok pait Cong,” Tanya kuntina.
“Yang namanya cokelat asli memang pait yang manis mah cumin kamu,” gombal pocong, Kunti terus menelan cokelat lalu mengendus bau cokelat yang masih di dalam kotak.
“Ini aneh, rasanya aneh. Kamu dapat dari mana Cong?”
“Belakang rumahnya Pak Temon, banyak lagi berkarung-karung,” celetuk Pocong bangga. “aku juga yang membungkusnya, bagus kan?” bangga Pocong.
Kunti berpikir sejenak, belakang rumah Pak Temon kan kandang sapi, untuk meyakinkan dirinya dia mengendus lagi cokelat yang tersisa.
“Ini bukan cokelat, Cong, Ini mah tai kebo,” teriak Kunti langsung melempar cokelat itu ke Pocong.
TAMAT
Kuntina, Tuyulo, dan Pocong ganteng bersahabat erat sejak dari zaman Roro jonggrang sampai Roro fitria. Oke abaikan itu yang terlalu berlebihan , tapi sejak mereka jadi hantu di TPU tanah Gadolly mereka bersahabat erat bagaikan panu nempel kemana-mana bersama , suka duka kehujanan kepanasan mereka lakukan bersama dengan penuh suka cita dan derai air mata ... oke back to the laptop. Malam jumat kliwon mereka bersama kumpul di warung Pak Temon bareng-bareng makan Rawon minumnya Es Bonbon. Kuntina terlihat galau malam itu, duduknya gak tenang udah geser kiri geser kanan , garuk-garuk kepalanya yang memang banyak kutu. Pocong ganteng dan tuyulo yang merasakan kegundah gulanaan sahabat mereka akhirnya bertanya pada kuntina.
" Lo kenapa sih? Gelisah gitu pantat lo bisulan ya?" Kata Pocong ganteng sambil nyeruput es bonbon . Kuntina cuma terkikik hambar.
"Ah enggak kok cuma perasaan gue lagi gak enak akhir-akhir ini entah kenapa gue juga kagak tau," ucap Kuntina sambil menyendok Rawonnya.
"Eh, besok malam patroli keliling tuh di kampung Gadolly lu berdua ikut kagak besok kalau gak salah bagian lo deh Kuntina," ucap Tuyulo tiba-tiba.
"Oh gue gak tau Yul, lo sendiri dapet kebagian hari apa? Gue sama siapa ya patroli biasanya kita bertiga ," Kuntina.
"Lo kayaknya sama si Sundeli deh, gue ama Pocong hari setelah lu,"
Tuyul nyomot gorengan. Warung pak temon biasanya rame dengan anak muda yang seneng nongkrong atau sekedar minum kopi. Tetapi malam itu warung Pak Temon sepi pengunjung mungkin gegara malam jumat kliwon, anak muda dan bapak-bapak yang sering nongkrong takut keluar malam-malam. Pak Temon sendiri tengah ngorok di kursi sambil ditemani tiga mahluk tak kasat mata yang asyik makan rawon dan gorengan Pak Temon. Saking bosennya nunggu pelanggan Pak Temon ketiduran. Mungkin Tuhan kasian sama Pak Temon kalau terlalu lama ngorok bisa rugi warungnya yang digasak trio hantu. Akhirnya nyamuk manis masuk ke hidung Pak Temon sampai terbatuk dan bangun. Pak Temon kaget lihat trio hantu lagi asyik gasak dagangannya. Dia pun berteriak histeris
"Hantuuu...." Pak Temon langsung buru-buru nutup warungnya dan mengunci diri, trio hantu yang lagi asyik makan pun kecewa apalagi si Tuyulo yang memang rakus makannya. Mereka pun melenggang pergi meninggalkan warung Pak Temon menuju tempat mereka biasa nongkrong, di pohon waru doyong yang menurut warga kampung Gadolly paling angker.
***
Keesokan malamnya, Kuntina berkeliling patroli di Kampung Gadolly terkadang munculin diri menakuti warga. Malam itu ia ditemani sundeli, Kuntina yang kecapekan memilih istirahat di pohon pete milik Haji Juki.
"Emhhh Kuntina, aku mau ngomong sesuatu sebenernya udah lama sih pengen ngomong tapi gak enak sama kamu," kata sundeli.
"Ya elah ngomong aja keles ada apa gitu?" Ujar Kuntina sembari goyang-goyangin rambutnya yang gimbal.
"Gini, sebenernya aku gak berhak ikut campur cuma ya gitu aku harus ngomong, kemarin itu aku ketemu Pocong ganteng. Dia bilang kalau dia suka sama aku, padahal kan yang aku denger dia pacarmu," ujar Sundeli. Kuntina memanas hatinya cemburu masa sih pocong tega banget ngehianatin hubungan yang sudah terjalin indah begitu lama. Hatinya sakit tapi dia berusaha tegar. Dia gak boleh langsung percaya gitu aja sama ucapan sundeli. Ia sih dia udah lama denger kalau sundeli itu naksir Pocong ganteng udah lama. Tapi gak digubris sama si pocong ganteng, ya siapa tau ini jebakan. Kuntina menarik nafas panjang.
"Pocong bilang apa lagi sama kamu?"
Sundeli tampak ragu kemudian ia berkata," kata Pocong dia bilang gini sama aku, Sundeli aku sukanya sama kamu bukan Kuntina, Kuntina tuh bikin ilfil ketek sama mulutnya bau jengkol kan kamu tau dia penghuni pohon jengkol, kadang tuyul juga suka protes di belakang Kuntina saking baunya' gitu kata si Pocong, makanya aku cerita sama kamu aku gak enak aja gitu. Menurut kamu gimana?" tanya sundeli pada Kuntina.
Kuntina tidak menjawab dia gak nyangka pocong dan tuyul setega itu. Kuntina mewek bombay melayang meninggalkan sundeli yang meneriaki namanya. Setelah melihat Kuntina pergi jauh Sundeli tertawa senang.
"Ha … ha …ha … rasain lo ya gue eneg liat keakraban kalian gue iri sama lo yang selalu diperhatiin warga makam khususnya Pocong dan Tuyulo. Sekarang gue tinggal nunggu berita kehancuran kalian. Tinggal mempengaruhi Tuyulo dan Pocong," Sundeli tertawa cekikikan disertai lolongan anjing Pak Togar.
***
Hari ini adalah Hari Valentine, moment yang sangat di tunggu Kuntina untuk menghabiskan malam bersama dengan Pocong. Namun saying tak seperti yang diharapkan Kuntina, dia sedang marah besar sama Pocong. Harusnya di malam Valentine yang romantic ini Kuntina dapat mangsa banyak dengan menakut-nakuti para Velentine Couple yang sedang diam-diam kencan di warung remang-remang, tempat-tempat sepi biar acara ehem, eh maksudnya ngedatenya gak keganggu, dan tempat yang paling pad adalah di pojok-pojok taman yang tak terkena sinar lampu yang hanya ada tiga di taman itu.
Kuntina duduk tanpa semangat, begitu mencium bau ketek Pocong, Ya iya Kuntina apal secara dia pacarnya bahkan bau ketek dari jarak ribuan mil Pocong bias diciumnya dengan jelas, dia segera beranjak. Okeh! Acara galau rianya sudah selesar ujarnya sambil mematikan music yang ada di handphone jadulnya. Kloek! Lagu Tresno Sudro langsung tercekik dan tak terdengar lagi.
“Kun … Kun … tunggu!” sergah Pocong sambil menarik lengan Kuntina, Cie … seperti di adegan-adegan Ftv ajah. Kuntina menepis tangan Pocong kasar.
Plak! Sebuah tamparan kasar mendarat di pipi Pocong. Uh, atit!!! Pocong pun tercengang. Salah apa dia? Salah apa kau membenciku, eh malah nyanyi.
“Munafik Loe, Cong katanya kamu cintah ma aku, tapi nyatanya kamu lebih milih Sundel dari pada aku. Kamu Jahat … jahat … jahat…” teriak Kunti, hatinya hancur berkeping-keping sementara Pocong masih melongo tak mengerti.
“KAMU KENAPA SIH!”ujar Pocong emosi dengan jantung berdebum tak jelas.
“Sundel bilang kamu gak sukia ma aku, tapi kamu sukanya sama dia, ngaku aja. Kamu jelek-jelekin aku di depan di. Ah, munafik loe, cong!” Jawab Kuntina tak kalah emosi.
“Tidak! Itu fitnah!” elak Pocong.
“Kalau aku beneran suka sama Sundel kenapa aku nyariin kamu, pake bawa-bawa cokelat begini segala.” Tunjuk Pocong pada sekotak cokelat yang di bawanya dan bunga kamboja yang dirangkai untuk Kuntina.
“Iya itu gak bener,Kun” Tuyul datang sambil menyeret paksa Sundell, Sundell Pun merasa malau karena usahanya digagalkan Tuyul.
“Katakan, Ndel. Kamu kan yang ngadu domba kita,” paksa Tuyul pada Sundel. Sundel diam aja tak mau bicara.
“Oke, kalau kamu diam aja akan kukutuk kamu jadi Sundel Buntet biar kamu gak kece lagi,”ketus Tuyul, Tuyul diwarisi aji-aji dari mbah kakungnya dia bisa mengutuk apapun kecuali mengutuk dirinya sendiri jadi tampan.
“Ja-Ja-Jangan! Oke aku ngaku. Memang benar aku nbgadu domba kalian. Aku iri dengan Kunti kenapa dia punya pacar seganteng kamu Cong,” ujar Sundel dengan nada memelas.
“Ndel, kenapa kamu tega lakuin ini. Kamu itu sahabat aku,” sesal Kuntina.
“Udah kita bawa aja ke pengadilan hantu biar dia di hokum,” usul Tuyul, awalnya mereka berdebat tapi demi kebaikan Sundel agar mau berubah akhirnya Kunti mau.
Tinggalah Knti dan Pocong berduaan, Kuntina merasa Malu. Suasana yang romantic di bawah terang bulan yang menyipit di balik awan membuat malam Valentine mereka lebih indah.
“Ini buat kamu,” ujar Pocong sambil menyodorkan sekotak cokelat yang mengkilat, Kunti pun tersipu.
“Terima kasih,” ujar Kuntina malu-malu sambil menerima sekotak kotak cokelat yang berwarna menggoda itu.
“Dimakan dong,Kun.,” ujar Pocong lalu membantu Kuntina membuka bungkus cokelat dan mengambil sepotong lalu menyuapkannya ke Kuntina.
“Enak Gak?” Tanya pocong.
Kuntina tersenyum masam, apa yang harus dikatakan.
“Kok pait Cong,” Tanya kuntina.
“Yang namanya cokelat asli memang pait yang manis mah cumin kamu,” gombal pocong, Kunti terus menelan cokelat lalu mengendus bau cokelat yang masih di dalam kotak.
“Ini aneh, rasanya aneh. Kamu dapat dari mana Cong?”
“Belakang rumahnya Pak Temon, banyak lagi berkarung-karung,” celetuk Pocong bangga. “aku juga yang membungkusnya, bagus kan?” bangga Pocong.
Kunti berpikir sejenak, belakang rumah Pak Temon kan kandang sapi, untuk meyakinkan dirinya dia mengendus lagi cokelat yang tersisa.
“Ini bukan cokelat, Cong, Ini mah tai kebo,” teriak Kunti langsung melempar cokelat itu ke Pocong.
TAMAT
[PHKD] KISAH CINTA SI VARMUT
Riizkka Amaalia Hayyatti & Iis Erlian
Sabtu malam, makam PANCHAKE terlihat ramai dan meriah. Bertepatan dengan hari Valentine, para hantu tengah merayakan pula acara meriah ulang tahun makam PANCHAKE yang kedua. Terlihat para hantu sangat antusias menyemarakkan acara tersebut. Tak terkecuali Varmut alias Vampir imut serta Kunool alias Kunti Gahool yang telah berdandan rapih sejak sebulan lalu untuk menyambit eh menyambut acara tahunan tersebut.
Varmut telah mengasah taringnya agar runcing dan berkilap. Ia juga memakai wewangian dan tak lupa pula ia memakai bedak setebal lima centi agar menarik perhatian cowok jomblo. Temannya, Kunool pun tak mau kalah. Dia sudah mempersiapkan baju terbaiknya dan berendam dalam air bunga tujuhrupa plus menyan dikiiit aja biar mantap pesonanya.
Varmut yang kebetulan baru saja selesai malak coklat dari muda-mudi yang apel di bawah pohon kemboja tak jauh dari areal makam pun mengajak temannya menyambangi rumah pocong galau yang tidak kelihatan kuncung pocongnya sedari siang. Varmut memang berniat memberikan sebatang coklat untuk Polau alias Pocong Galau di hari Valentine.
Setibanya di depan makam Polau, Varmut memencet bel yang terletak di batu nisan Polau. Tak lama Polau keluar sambil memasang muka jutek di hadapan Varmut.
"Kenapa?" tanya Polau ketus
"Gak apa. Bang Polau gak ikutan pesta nih?" tanya Varmut sambil memasang senyum terbaiknya yang membuat orang yang melihatnya jatuh duduk.
"Males. Lagian aku masih banyak kerjaan."
"Oh. Keluar sebentar yuk bang, kita jalan-jalan. Kalo gak salah Chef Pongejen mau bakar kembang api di alun-alun makam. Kita nonton yuk, sambil makan coklat. Nih aku udah bawa coklatnya,"
Varmut menunjukkan dua bungkus coklat di tangannya. Namun Polau menggeleng dan berkata,
"OGAH!" teriaknya sambil menutup kembali pintu makam dengan kasar.
***
Di bawah pohon asem, Varmut tengah menangis sambil mencakar-cakar tanah setelah mendapat penolakkan dari pocong yang paling ia cintai tersebut. Sedang di sebelahnya, Kunool tengah asyik memakan buah asem dan kue pemberian hantu TKP. Sambil berusaha menenangkan Varmut yang masih menangis guling-guling di tanah.
“Mut, bisa nggak sih lu tuh diem. Bentaar aja. Ilfeel gua dengerin tangisan lu,” ucap Kunool kesal.
“Gimana aku bisa diem, Kun, sakit hati gua. Sakiiit!”
“Lu tuh sebenernya kenapa sih?”
“Polau, Kun. Polau ... ”
“Emang kenapa sih si Polau? Nggigit lu? Nginjek lu?”
“Dia ... dia nggak mau jalan sama aku.”
“Trus masalah buat gue? Udahlah, palingan si Polau lagi nggalau.”
“Tapi kan ....”
“Udah dieem!” Kunool pergi meninggalkan Varmut yang tangisnya semakin menjadi jadi.
***
Derap langkah pocong terdengar jelas di telinga Varmut. Ia segera menghentikan tangisnya dan mengintip si pemilik langkah tersebut.
“Polau? Polau kah?” Senyum di bibir nya semakin mengembang. Alhasil bibirnya malah semakin monyong tak karuan. Taringnya yang semula malu-malu, kini menghiasi wajahnya yang merona kehitaman.
Bruuk!
Varmut segera menghampiri si Pocong yang tiba-tiba jatuh tak karuan.
“Kamu tak apa, Pol ... ”
“Varmut!! Akhirnya kau mau bertemu denganku lagi.”
“Hoeek! Siapa sih yang mau bertemu kamu lagi, Pogi. Liat mukamu aja udah bikin aku muak setengah mati.” Varmut melengos kesal.
“Kamu kan udah mati, Mut.” Tawa si pocong gila itu semakin keras. Varmut hanya bisa pergi dari tempat itu agar hatinya tidak retak lagi.
“Varmuuut! Ke sini bentar deh!” teriak Pogi, genit.
“Ada apa lagi sih! Aku udah nggak mau lagi ngeliat kamu!”
“Penting bangeet, Mut! Sini cepetan deh.”
“Nggak mau!” Varmut mempercepat langkah kakinya.
“Kalo nggak cepet, hatimu aku makan loh.”
“Hati?” Varmut teringat akan sesuatu yang mengganjal di hidungnya. Sesaat ia mulai bersin-bersin tak jelas dari mana asalnya.
“Iya, hatimu.”
Varmut merasa ada yang aneh dengan dirinya. Ia mencoba mengecek tubuhnya dan ia tak menemukan hatinya. Kemana perginya?
“Di mana kah kau sembunyikan hatiku, wahai Pogi sialan!”
“Aku tak menyembunyikan apapun, Mut. Tapi ... kau tak menyadari satu hal.” Pogi memperlihatkan hati Varmut yang telah hancur berkeping-keping di telapak tangannya. “Hatimu jatuh, saat kau menyapaku. Kaulah jodohku, Varmut.”
“Kembalikan hatiku!” Varmut berlari sambil terjatuh-jatuh tak jelas. Ia merebut hatinya di telapak tangan si Pogi. Ia lalu memperbaiki hatinya bak sebuah puzzle dengan air liurnya. “Dengan begini, selesai.” Ia lalu mengembalikan hatinya ke tempat semula dan berlari meninggalkan si Pogi yang tampak kaku karena harapannya terputus.
‘Seandainya aku tak membiarkannya tahu bahwa hatinya telah terjatuh,’ batin si Pogi dengan raut mukanya yang bikin semua hantu ilfeel.
Tak lama kemudian, seorang hantu cantik nongol dari sebuah bilik bambu.
“Hei bro, mukalu kenapa tuh?"
"Kunool, kau tak mengerti perasaanku," ucap Pogi sedih.
"Kalian tuh kenapa sih? Nggak elu, nggak Varmut sama aja. Bosen gua ngeliatnya."
"Varmut juga sama sepertiku? Aduuh, aku tersapu malu!" Pogi mulai berlagak genit tak karuan.
"Trus, gua harus bilang wow gitu? Nggak sudi lah."
"Nah, trus ngapain kamu kesini?"
"Oh iya, tau batang kuncungnya si Polau?"
"Pogi aja kenapa? Pogi kan lebih cool, lebih ganteng, lebih ... lebih yang lebih lebih deh pokoknya."
"Yang bener tuh, elu lebih gila daripada Polau!"
"Apa? Kau tergila-gila padaku? Aww!" Pogi mencubit pipi nya sendiri sambil menggeliat bak cacing kepanasan.
"Udah ah, ancur telinga gua dengerin celotehanmu yang gak ada ujungnya. Bye!" Kunool meninggalkan Pogi yang masih senyum-senyum sendiri. 'Dasar pocong gila!' batin Kunool kesal.
***
Polau duduk dengan senyumannya yang mempesona. Dua batang coklat serta sebuah mawar ungu kecil bertengger di kuncungnya. Ia melihat jam tangannya dan tersenyum. Dengan semangat, ia bergegas pergi ke sebuah tempat favoritnya, batang pohon cabe!
***
"Polauu!" Teriakan cempreng si Varmut terdengar pilu.
"Eh, Varmut." Polau tak mempedulikan kedatangan si vampir imut itu.
"Katanya kamu ada kerjaan? Kok malah sendirian di bawah naungan pohon cabe sih?"
"Ini kerjaanku, Mut." Polau masih cuek dengan kedatangan Varmut.
"Kerjaan apa sih?"
"Nge-date dong!"
"Sa ... sama siapa?" Wajah Varmut bukannya semakin imut malah semakin kusut.
"Sama hantu lah! Masa sama cabe."
"Lau, bukankah kau telah mengatakan padaku bahwa aku adalah pengisi hatimu?"
"Kamu mah apa atuh ... cuma selingkuhan aku. Kamu mah apa atuh ... cuma pacar gelapku." Suara nyanyian Polau yang menakutkannya minta ampun membuat gendang telinga si Varmut meloncat.
"Kamu tegaa, Lau. Kamu tega!" Varmut mengambil gendang telinganya yang tersangkut di batang cabe dan memasangnya kembali. "Siapa sih yang telah merebut hatimu, Lau?"
"Sebentar lagi, dia pasti datang kok."
Tak lama kemudian, seorang hantu cantik datang menghampiri Polau.
"Kunool?!" Varmut terkejut melihat Kunool datang.
"Oh, hai Varmut." Tampang inosen Kunool membuat Varmut semakin kesal.
"Hai, Kunool sayang." Polau menyapa Kunool dengan menyodorkan kuncungnya--tempat bertenggernya coklat dan bunga yang ia siapkan untuk Kunool.
"Apa ... apa apaan ini, Kunool? Ka ... kamu pacaran sama Polau?"
"Iya dong, anniversary ke-7 loh kita." Kunool mengambil coklat dan bunga yang diberikan Polau. " Makasih, yang. Oh iya, kamu kok lama banget sih yang, udah lagi tadi aku ketemu sama si Pogi waktu aku mau nyariin kamu."
"Inikan baru jam 10.00 kan yang?" Polau mengernyitkan dahinya, tanda ia tak mengerti apa yang dikatakan Kunool.
"Udah jam 12.00 keles, noh liat jam tanganku." Polau terkejut melihat jam di tangan Kunool berbeda dengan jam di tangannya. Lalu ia teringat akan suatu hal.
"Maaf, yang. Aku baru ingat kalau jam tanganku ternyata udah rusak. Jam tanganku kemarin kehujanan api."
"Tak apa, yang." Kanool merangkul Polau mesra.
"Kunool, Polau, kalian mengkhianatiku!" Amarah Varmut semakin menjadi-jadi.
"Perasaan enggak deh," ucap Polau cuek.
"Kalian mu ... mu ... munafik! Teganya kalian membohongiku tentang hubungan kalian." teriak Varmut.
"Terus masalah buat lu?" ucap Kunool dan Polau hampir bersamaan.
Varmut telah mengasah taringnya agar runcing dan berkilap. Ia juga memakai wewangian dan tak lupa pula ia memakai bedak setebal lima centi agar menarik perhatian cowok jomblo. Temannya, Kunool pun tak mau kalah. Dia sudah mempersiapkan baju terbaiknya dan berendam dalam air bunga tujuhrupa plus menyan dikiiit aja biar mantap pesonanya.
Varmut yang kebetulan baru saja selesai malak coklat dari muda-mudi yang apel di bawah pohon kemboja tak jauh dari areal makam pun mengajak temannya menyambangi rumah pocong galau yang tidak kelihatan kuncung pocongnya sedari siang. Varmut memang berniat memberikan sebatang coklat untuk Polau alias Pocong Galau di hari Valentine.
Setibanya di depan makam Polau, Varmut memencet bel yang terletak di batu nisan Polau. Tak lama Polau keluar sambil memasang muka jutek di hadapan Varmut.
"Kenapa?" tanya Polau ketus
"Gak apa. Bang Polau gak ikutan pesta nih?" tanya Varmut sambil memasang senyum terbaiknya yang membuat orang yang melihatnya jatuh duduk.
"Males. Lagian aku masih banyak kerjaan."
"Oh. Keluar sebentar yuk bang, kita jalan-jalan. Kalo gak salah Chef Pongejen mau bakar kembang api di alun-alun makam. Kita nonton yuk, sambil makan coklat. Nih aku udah bawa coklatnya,"
Varmut menunjukkan dua bungkus coklat di tangannya. Namun Polau menggeleng dan berkata,
"OGAH!" teriaknya sambil menutup kembali pintu makam dengan kasar.
***
Di bawah pohon asem, Varmut tengah menangis sambil mencakar-cakar tanah setelah mendapat penolakkan dari pocong yang paling ia cintai tersebut. Sedang di sebelahnya, Kunool tengah asyik memakan buah asem dan kue pemberian hantu TKP. Sambil berusaha menenangkan Varmut yang masih menangis guling-guling di tanah.
“Mut, bisa nggak sih lu tuh diem. Bentaar aja. Ilfeel gua dengerin tangisan lu,” ucap Kunool kesal.
“Gimana aku bisa diem, Kun, sakit hati gua. Sakiiit!”
“Lu tuh sebenernya kenapa sih?”
“Polau, Kun. Polau ... ”
“Emang kenapa sih si Polau? Nggigit lu? Nginjek lu?”
“Dia ... dia nggak mau jalan sama aku.”
“Trus masalah buat gue? Udahlah, palingan si Polau lagi nggalau.”
“Tapi kan ....”
“Udah dieem!” Kunool pergi meninggalkan Varmut yang tangisnya semakin menjadi jadi.
***
Derap langkah pocong terdengar jelas di telinga Varmut. Ia segera menghentikan tangisnya dan mengintip si pemilik langkah tersebut.
“Polau? Polau kah?” Senyum di bibir nya semakin mengembang. Alhasil bibirnya malah semakin monyong tak karuan. Taringnya yang semula malu-malu, kini menghiasi wajahnya yang merona kehitaman.
Bruuk!
Varmut segera menghampiri si Pocong yang tiba-tiba jatuh tak karuan.
“Kamu tak apa, Pol ... ”
“Varmut!! Akhirnya kau mau bertemu denganku lagi.”
“Hoeek! Siapa sih yang mau bertemu kamu lagi, Pogi. Liat mukamu aja udah bikin aku muak setengah mati.” Varmut melengos kesal.
“Kamu kan udah mati, Mut.” Tawa si pocong gila itu semakin keras. Varmut hanya bisa pergi dari tempat itu agar hatinya tidak retak lagi.
“Varmuuut! Ke sini bentar deh!” teriak Pogi, genit.
“Ada apa lagi sih! Aku udah nggak mau lagi ngeliat kamu!”
“Penting bangeet, Mut! Sini cepetan deh.”
“Nggak mau!” Varmut mempercepat langkah kakinya.
“Kalo nggak cepet, hatimu aku makan loh.”
“Hati?” Varmut teringat akan sesuatu yang mengganjal di hidungnya. Sesaat ia mulai bersin-bersin tak jelas dari mana asalnya.
“Iya, hatimu.”
Varmut merasa ada yang aneh dengan dirinya. Ia mencoba mengecek tubuhnya dan ia tak menemukan hatinya. Kemana perginya?
“Di mana kah kau sembunyikan hatiku, wahai Pogi sialan!”
“Aku tak menyembunyikan apapun, Mut. Tapi ... kau tak menyadari satu hal.” Pogi memperlihatkan hati Varmut yang telah hancur berkeping-keping di telapak tangannya. “Hatimu jatuh, saat kau menyapaku. Kaulah jodohku, Varmut.”
“Kembalikan hatiku!” Varmut berlari sambil terjatuh-jatuh tak jelas. Ia merebut hatinya di telapak tangan si Pogi. Ia lalu memperbaiki hatinya bak sebuah puzzle dengan air liurnya. “Dengan begini, selesai.” Ia lalu mengembalikan hatinya ke tempat semula dan berlari meninggalkan si Pogi yang tampak kaku karena harapannya terputus.
‘Seandainya aku tak membiarkannya tahu bahwa hatinya telah terjatuh,’ batin si Pogi dengan raut mukanya yang bikin semua hantu ilfeel.
Tak lama kemudian, seorang hantu cantik nongol dari sebuah bilik bambu.
“Hei bro, mukalu kenapa tuh?"
"Kunool, kau tak mengerti perasaanku," ucap Pogi sedih.
"Kalian tuh kenapa sih? Nggak elu, nggak Varmut sama aja. Bosen gua ngeliatnya."
"Varmut juga sama sepertiku? Aduuh, aku tersapu malu!" Pogi mulai berlagak genit tak karuan.
"Trus, gua harus bilang wow gitu? Nggak sudi lah."
"Nah, trus ngapain kamu kesini?"
"Oh iya, tau batang kuncungnya si Polau?"
"Pogi aja kenapa? Pogi kan lebih cool, lebih ganteng, lebih ... lebih yang lebih lebih deh pokoknya."
"Yang bener tuh, elu lebih gila daripada Polau!"
"Apa? Kau tergila-gila padaku? Aww!" Pogi mencubit pipi nya sendiri sambil menggeliat bak cacing kepanasan.
"Udah ah, ancur telinga gua dengerin celotehanmu yang gak ada ujungnya. Bye!" Kunool meninggalkan Pogi yang masih senyum-senyum sendiri. 'Dasar pocong gila!' batin Kunool kesal.
***
Polau duduk dengan senyumannya yang mempesona. Dua batang coklat serta sebuah mawar ungu kecil bertengger di kuncungnya. Ia melihat jam tangannya dan tersenyum. Dengan semangat, ia bergegas pergi ke sebuah tempat favoritnya, batang pohon cabe!
***
"Polauu!" Teriakan cempreng si Varmut terdengar pilu.
"Eh, Varmut." Polau tak mempedulikan kedatangan si vampir imut itu.
"Katanya kamu ada kerjaan? Kok malah sendirian di bawah naungan pohon cabe sih?"
"Ini kerjaanku, Mut." Polau masih cuek dengan kedatangan Varmut.
"Kerjaan apa sih?"
"Nge-date dong!"
"Sa ... sama siapa?" Wajah Varmut bukannya semakin imut malah semakin kusut.
"Sama hantu lah! Masa sama cabe."
"Lau, bukankah kau telah mengatakan padaku bahwa aku adalah pengisi hatimu?"
"Kamu mah apa atuh ... cuma selingkuhan aku. Kamu mah apa atuh ... cuma pacar gelapku." Suara nyanyian Polau yang menakutkannya minta ampun membuat gendang telinga si Varmut meloncat.
"Kamu tegaa, Lau. Kamu tega!" Varmut mengambil gendang telinganya yang tersangkut di batang cabe dan memasangnya kembali. "Siapa sih yang telah merebut hatimu, Lau?"
"Sebentar lagi, dia pasti datang kok."
Tak lama kemudian, seorang hantu cantik datang menghampiri Polau.
"Kunool?!" Varmut terkejut melihat Kunool datang.
"Oh, hai Varmut." Tampang inosen Kunool membuat Varmut semakin kesal.
"Hai, Kunool sayang." Polau menyapa Kunool dengan menyodorkan kuncungnya--tempat bertenggernya coklat dan bunga yang ia siapkan untuk Kunool.
"Apa ... apa apaan ini, Kunool? Ka ... kamu pacaran sama Polau?"
"Iya dong, anniversary ke-7 loh kita." Kunool mengambil coklat dan bunga yang diberikan Polau. " Makasih, yang. Oh iya, kamu kok lama banget sih yang, udah lagi tadi aku ketemu sama si Pogi waktu aku mau nyariin kamu."
"Inikan baru jam 10.00 kan yang?" Polau mengernyitkan dahinya, tanda ia tak mengerti apa yang dikatakan Kunool.
"Udah jam 12.00 keles, noh liat jam tanganku." Polau terkejut melihat jam di tangan Kunool berbeda dengan jam di tangannya. Lalu ia teringat akan suatu hal.
"Maaf, yang. Aku baru ingat kalau jam tanganku ternyata udah rusak. Jam tanganku kemarin kehujanan api."
"Tak apa, yang." Kanool merangkul Polau mesra.
"Kunool, Polau, kalian mengkhianatiku!" Amarah Varmut semakin menjadi-jadi.
"Perasaan enggak deh," ucap Polau cuek.
"Kalian mu ... mu ... munafik! Teganya kalian membohongiku tentang hubungan kalian." teriak Varmut.
"Terus masalah buat lu?" ucap Kunool dan Polau hampir bersamaan.
TAMAT
Terima kasih kepada kalian semua, Hantu yang udah berpartisipasi menunjukkan karyanya. Selamat membaca dan sampai bertemu di Parade Duet edisi selanjutnya.
Aku suka "Kisah Cinta Si Varmut" heheh
ReplyDeleteWahahaha, dari empat karya di atas memang mungkin cerita itu yang paling menonjol karena teknis penulisannya sudah lebih baik dan enak dibaca. :)
Delete